WAMENA IS A BEAUTIFUL CITY

Wamena, is a beautiful city «Kenangan, pengalaman, dan perjalanan hidup seorang
ibu..
About Oleh: edratna | Januari 1, 2007 Wamena, is a beautiful cityPada kesempatan
dinas ke Wamena tahun 1995, saya mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan.
Kota Wamena dapat dicapai dari Jayapura, dengan naik pesawat sejenis Fokker 28 .
Penerbangan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah, karena kota Wamena berada
didataran tinggi dan dikelilingi oleh pegunungan, sesuai informasi koridor yang
dapat dilalui pesawat menembus pegunungan hanya 2 (dua) buah yang cukup besar .
Pada saat kabut, koridor ini kurang jelas terlihat sehingga berisiko pada
penerbangan. Selain melalui jalur udara, kota Wamena belum dapat dicapai melalui
melalui jalan darat. Wajar harga-harga kebutuhan pokok di Wamena sangat tinggi
karena harus diangkut melalui pesawat udara.
Sesuai saran dari teman, saya pergi ke Wamena naik pesawat paling pagi dari
Jayapura dan kembali dari Wamena juga pesawat paling pagi, karena pada pagi hari
umumnya cuaca cerah dan jarang terjadi kabut. Saat pesawat landing di bandar
udara Wamena, pesawat berputar-putar sambil menurunkan ketinggian, membuat perut
terasa diaduk-aduk. Bandara Wamena masih sangat sederhana, dengan pagar terbuka
dan dipenuhi penduduk asli yang melihat kedatangan pesawat.
Hotel tempat kami menginap berada dipinggir kota. Kota Wamena sangat unik, pasar
nya masih sederhana, semua pembayaran dilakukan secara tunai. Penduduk asli,
suku Lembah Baliem, berlalu lalang dipasar, pada saat itu masih banyak yang
mengenakan koteka untuk para laki-laki dan rok berumbai-rumbai untuk wanitanya.
Pada saat panas mereka mengenakan payung, ada pula yang pakai dasi yang dibuat
dari untaian biji2an. Namun mereka sangat ramah, walaupun kami melakukan tawar
menawar dengan bahasa tarzan.
Wamena terkenal dengan hasil sayuran, seperti wortel, kubis,dan tomat. Udang
sungainya besar-besar, seperti lobster dengan dagingnya yang empuk. Di Wamena
saat itu masih sulit mencari makan, sehingga selama 2 (dua) hari di Wamena kami
hanya makan makanan yang dimasak di hotel. Pada saat itu sempat terjadi krisis
minyak tanah, karena beberapa hari cuaca buruk, akibatnya penduduk Wamena
memasak menggunakan kayu bakar, termasuk di hotel tempat saya menginap.
Kami juga pergi ke tempat suku adat, yang menyimpan kerangka telah berumur
ratusan tahun. Rumah adat suku Lembah Baliem dinamakan honai, dibagi menjadi 3
(tiga) bangunan terpisah. Satu bangunan untuk tempat istirahat (tidur), bangunan
yang lain untuk tempat makan (mereka makan beramai-ramai), dan bangunan ketiga
untuk kandang ternak. Walaupun mereka hampir tidak pernah mandi, mereka sangat
menjaga kebersihan, karena sungai dianggap tempat keramat yang tak boleh
dikotori, sehingga dilarang buang air kecil/besar di sungai.

Honai atau rumah adat terdiri atas dua tingkat, berbentuk kubah melingkar,
berdinding bambu utuh yang dirangkai melingkar dan beratap rumbia. Lantai dasar
dan lantai satu dihubungkan dengan tangga dari bambu. Laki-laki tidur melingkar
dibawah, dengan kepala di tengah dan kaki dipinggir luarnya, demikian juga cara
tidur para wanita dilantai satu.

Apabila laki-laki Wamena ingin mengawini wanitanya dan tak ingin diganggu orang
lain, maka sebagai maharnya adalah babi.
Hotel kami menginap, ruangan nya terdiri dari cottage yang menyerupai honai,
namun dindingnya telah dilapis dengan seng agar pada malam hari tidak dingin.
Para pegawai hotel tempat saya menginap, berfungsi pula sebagai orang yang
mengenalkan kebudayaan suku Lembah baliem kepada turis. Tamu hotel pada umumnya
turis asing, yang telah memesan hotel dua tahun sebelumnya, dan sebagian besar
berasal dari Eropa dan Jepang. Pada siang hari, petugas hotel melayani para
tamu, dengan pakai dasi. Pada malam hari, para pegawai berubah fungsi menjadi
penari, yang laki-laki memakai koteka, wanitanya tanpa menggunakan penutup dada.
Mereka akan mengajak para tamu menikmati acara adat suku lembah baliem, antara
lain bakar batu.
Makanan pokok penduduk asli adalah ketela (ubi) rambat yang dibakar, yang
acaranya disebut bakar batu. Ketela rambat dimasukkan dalam lubang besar di
tanah, ditutup jerami, kemudian ditindih dengan batu besar. Pemimpin upacara
mulai membakar jerami, dan sambil menunggu ubi rambat masak, kami diajak
menyanyi dan menari mengelilingi batu yang dibakar tadi. Kami dengan riang ikut
menari bersama mereka dan menikmati acara ini, karena Wamena di waktu malam
suhunya sangat dingin, kadang-kadang bahkan dibawah 0 derajat celsius. Dengan
menari-nari, panas tubuh bisa dijaga, dan sesudah ubi masak kami meneruskan
acara makan di dalam honai.
Para turis asing banyak yang menginginkan menikmati tidur di honai, sehingga
acara kunjungan di honai beserta kunjungan ketempat para kepala adat merupakan
paket wisata yang dikoordinir oleh pemilik hotel. Para turis dibekali minyak
gosok agar badannya tidak digigit oleh kutu yang bisa membuat badan
bentol-bentol dan panas. Anehnya, walaupun hotel menyediakan honai dilingkungan
hotel, para turis lebih senang tidur di honai beserta para penduduk asli, agar
dapat merasakan situasi yang sebenarnya. Hal ini yang membuat saya kagum, karena
saya lebih memilih tidur nyaman dan aman dari gigitan kutu dan tengu.
Catatan:
Cerita ini ditulis berdasar pengalaman pergi ke Wamena tahun 1995. Pada saat
mendapat kesempatan melakukan pelatihan ke Jayapura tahun 2007, terdapat peserta
pelatihan yang asli Wamena, mereka mengatakan bahwa sekarang semua penduduk
Wamena telah berpakaian lengkap, penggunaan pakaian adat (koteka, dan baju
rumbai-rumbai) hanya dikenakan pada saat upacara adat.

Ditulis dalam T& W (Tugas dan Wisata)« Melihat matahari terbit di gunung
Bromo.Sehari keliling Sumbar »

Tanggapan
Wah Wamena ya bu, kemarin 2 kali ke jayapura ga sempat kesana eh. Ada
foto-fotonya ga bu, kurang lengkap kalu ga foto sama orang-orang sana yang
pake koteka. Temen-temen kesana yang foto bareng itu harus mbayar 3000/orang
Hmmm, minyak gosok atau minyak apa bu. Katanya, kenapa orang suku-suku itu
'bau' karena dilumuri minyak babi untuk menghindari nyamuk dan gigitan
serangga?
Oleh: priandoyo on Januari 3, 2007
at 1:31 am
Anjar,
Udah ditampilkan foto2nya. Di Jayapura juga banyak tempat menarik lho, danau
Sentani, dan diperbatasan Irian Jaya dengan Papua Niugini ada tugu peringatan
Jendral Mac Arthur, yang dibuat untuk memperingati perang dunia ke 2. Dari
lokasi tersebut bisa melihat kota Jayapura dari atas, hijau sejauh mata
memandang dengan danau Sentani ditengahnya, dan pelabuhan Jayapura yang penuh
kapal-kapal.
Saranku kalau mau ke Wamena harus pas musim kemarau, pergi pesawat paling pagi
dan pulangnya juga paling pagi, karena sering terjadi perubahan cuaca.
Tapi katanya tak perlu kawatir, kalau jatuh tak sampai ketanah…karena
kesangsang pohon…hehehe
Oleh: edratna on Januari 3, 2007
at 3:33 am
Ooo, ini to foto bu Enny waktu masih jadi model hihihi
btw cewek sendiri bu? wow
Oleh: priandoyo on Januari 4, 2007
at 1:09 am
Setiap kali tugas, saya sering menjadi satu2nya cewek. Pernah di rapat yang
mengundang 54 kreditur LN dan DN, saya juga satu2nya cewek.
Memang kalau di dunia bisnis/operasional, cewek menjadi makhluk langka. Tapi
saya suka kok bergaul dengan cowok2…seru aja.
Saya baru bisa berjalan-jalan bersama cewek dan punya anak buah cewek yang
banyak, saat pindah ke Pusdiklat, setelah 26 tahun berkarir. Rasanya nikmat
sekali…baca, sehari berkeliling Sumbar.
Oleh: edratna on Januari 4, 2007
at 1:38 am
wahaha.. kok ga diceritain, gmana ibu ditawar pake babi? :p
Oleh: narpen on Januari 4, 2007
at 10:52 am
Narpen
Jangan buka rahasia…tapi buat teman2 yang merasa kulitnya agak putih (kayaknya
suku apapun lebih putih deh dibanding orang asli Papua)……hati2 jika berkunjung
ke pedalaman…hehehe…mosok saya bisa diminta untuk tinggal dan ditukar dengan
beberapa puluh babi….anak buahku sampai pucat pasi…..huahuahua.
Tapi nggak apa2 kok, setelah dijelskan mereka juga baik hati…mungkin itu
sekedar gurauan….:D
Beberapa bulan setelah saya pulang dari Wamena, tim survey dari Universitas
Nasional, Jakarta, diculik.
Oleh: edratna on Januari 5, 2007
at 8:07 am
hallo Bu..
wouw sepertinya sangat menyenangkan n mendebarkan juga kalo ke sana…sepertinya
jadi tantangan ya..
untuk mendapatkan informasi hotel n penerbangan di mana ya
Oleh: MEDI on September 13, 2007
at 3:17 am
Medi,
Wamena memang indah sekali…terakhir kali ke Papua (bulan Agustus 2007)
sayangnya tak sempat mampir, karena cuacanya kurang mendukung.
Penerbangan bisa menggunakan pesawat Garuda atau lainnya sampai ke Jayapura,
kemudian ganti dengan pesawat ke Wamena. Setiap hari ada beberapa kali pesawat
ke Wamena, malah teman saya pernah naik pesawat dadakan, bayarnya murah,
penumpangnya hanya 4 (empat) orang, lainnya merupakan barang2 perbekalan
termasuk hewan. Maklum untuk ke Wamena hanya bisa melalui udara, karena tak
mungkin melompati gunung.
Oleh: edratna on September 13, 2007
at 9:14 am
saya pengen tau perekonomian di wamena? apakah merantau dari pulau jawa ke
wamena bisa merubah nasib?
saya tunggu infonya dari siapa saja yg sudah mempunyai pegalaman diwamena.
Oleh: sasa wildan on September 19, 2007
at 6:54 am
Please .. Minta no hpx turis asing sekalian fotox,,coz saya mau cari teman
orang bule,,kususx cewek2x,cntk2 n puth2
Oleh: Ivan on September 19, 2007
at 9:34 pm
Di wamena barang – barang agak mahal, itu disebabkan karena biaya pengiriman
dari luar daerah yang hanya bisa menggunakan jalur udara. bisa dibayangkan
nggak ya, satu sack semen harganya 500 ribu rupiah….lumayan juga ya…
semakin pedalaman suatu daerah dan semakin sulitnya akses transportasi maka
semakin mahal pula biaya kehidupan disana. saya agak heran kalau banyak orang
biasa saja untuk mengeluarkan uang sekitar 80 ribu dan 100 ribu hanya untuk
makan ikan biasa. lain hal kalau di Nabire atau biak, seafoodnya memang fresh
dan enak sekali….ya kembali lagi karena wamena merupakan daerah mountainous…ya
jadi memang barang agak mahal.
kalau ke wamena jangan lupa pula datang ke museumnya di desa wesaput, kita
harus bertemu dengan kepala suku dulu sebelum masuk ke museum, saya beruntung
sekali karena becaiver yang kebetulan local papuan itu kenal dengan kepala
sukunya sehingga saya boleh masuk walaupun sebenarnya itu museum akan dibuka
tahun depan karena masih sedang perbaikan. kepala suku itu menjelaskan saya
dengan seksama perbedaan masing – masing aksesoris dan kegunaannya dari ketiga
suku besar di wamena yaitu dani, lani dan yali.
kalau mau jalan2 ke biak juga ok, disana ada tempat peninggalan gua jepang,
kita bisa masih melihat tengkorak dan tulang belulang mereka lewat goa jepang
tersebut, ada pula monumen jepang yang berada dekat lepas pantai di daerah
parai….menuju ke sana kita akan dimanjakan dengan pemandangan lautan yang
begitu eksotis.
di goa jepang tersebut kita bisa lihat betapa dashyatnya bom yang jatuh ke
daerah itu pada masa pendudukan jepang, selain itu ada juga peninggalan
berkas2 jepang mulaid ari sepatu, botol2, koin, kompas, peluru, topi perang,
helikopter dll)
so, saya berharap rekan2 se indonesia lebih banyak mengunjungi daerah
indonesia kita dulu daripada musti ke luar ngeri, karena mereka turis luar
negeri saja berbondong2 datang ke negeri kita.
contoh saja saya bertemu dengan seorang turis dari jerman, dia bertanya pada
saya apakah saya sudah pernah ke daerha yang paling remote di wamena, saya
terkagum2 mendengar ceritanya kalau dia berkali2 datang ke indonesia dan
melakukan perjalanan mulai dari flores, sumbawa, maluku, menado, papua sampai
ke daerah remote di papua dimana dia bisa menemukan sekumpulan etnis yang
masih mendirikan rumah dan hidup di atas pohon…
nah lho….saya jadi malu mereka aja sampai kaya gitu…..
Oleh: ika on September 20, 2007
at 5:39 am
Sasawildan,
Thanks telah mampir. Pertanyaanmu sudah dijawab oleh Ika
Ivan,
Saya tak tahu yang anda maksud, karena artikel diatas adalah pengalaman saat
penulis mendapat kesempatan mengunjungi Wamena.
Ika,
Thanks komentarnya. Kayaknya Ika tahu banyak tentang Wamena. Memang
barang-barang disana mahal, karena transportasinya melalui udara.
Oleh: edratna on September 20, 2007
at 10:51 am
Asik banget si Bu, tugasnya jalan** terus deh kayaknya… pengeeeennn
saya dah injak beberapa tempat di papua, tapi belom sempet ke wamena, kayaknya
harus dikejar nih ya Bu?
Oleh: tha' on Oktober 4, 2007
at 4:41 pm
Tha,
Setiap orang ada waktu untuk jalan-jalan, tapi ada yang seneng jalan-jalannya
tetapi ada yang menikmati suasananya. Saya termasuk senang menikmati
jalan-jalan ke gunung, ke laut dibanding ke Mall. Makanya kalau ada tugas,
saya malah nggak tahu Mall apa saja yang ada di kota itu, tapi senang melihat
situasi kotanya, orang-orangnya, lingkup pergaulannya…jadi melihatnya bisa
dari sudut pandang yang berbeda-beda. Kalau Tha mau menuliskan apa yang
disukai, tentu dari sudut pandang Tha sendiri, pasti akan menarik orang untuk
membaca. Saya sering baca blog orang, dan suka melihat pandangan yang berbeda,
yang tak terlihat oleh saya.
Oleh: edratna on Oktober 4, 2007
at 9:12 pm
Ibu..
Boleh tanya..?
Tgl. 12 oct saya berangkat ke Jayapura utk mengisi liburan Idul Fitri.
Bos saya minta mengunjungi Wamena.
Pertanyaannya:
berapa biaya perjalanan PP ke Wamena dr Jayapura?
Sarannya utk Wamena bermalam dimana?
Sebelumnya saya ucapkan Terima kasih.
Oleh: Tan on Oktober 9, 2007
at 8:18 am
Tan,
Saya ke Wamena udah sekitar tahun 95 an, dalam rangka tugas, dan saat ke
Jayapura awal Agustus kemarin tak ada kesempatan kesana.
Tan bisa menanyakan pada travel agent, kalau dari Jakarta, tiket pesawat bisa
dipesan dari Jakarta, untuk rute Jakarta-Jayapura, dilanjutkan (ganti pesawat,
walau maskapai penerbangannya bisa sama) Jayapura ke Wamena. Tentang hotel,
menurut murid saya dari Bank Papua, disana ada 3 hotel, sebaiknya pesan dari
sekarang, siapa tahu penuh. Bisa ditanyakan di travel agent, atau bisa cari
dari internet. Maaf tak bisa menjawab semua pertanyaanmu.
Oleh: edratna on Oktober 9, 2007
at 10:14 pm
Pertama Kali, nginjek wamena, keren abiz pmandangannya, kotanya bener2 kayak
wajan, dikeli2ngin gunung. Gw di sana tinggal di distrik Kurulu krg lebih 2
bulan. Seru bgt. Gw kasian sama org2 sana. Alam yang indah, tapi ga dikelola
yg bener.Gw jd pengen kesana lagi.
Oleh: Wahyu on Januari 9, 2008
at 3:54 pm
Gw kesana taun 2006 bulan september. klo da yg mao kesana, ajak2 gw ya. gw
anterin deh keli2ng wamena.
Oleh: Wahyu on Januari 9, 2008
at 3:55 pm
Wahyu,
Wamena memang indah….
Oleh: edratna on Januari 9, 2008
at 3:58 pm
Saya berasal dari Wamena , Wamena adalah jantung dari Indonesia ………… hati-hati
sekali , tapi biaya hidunya adu susa banget
Oleh: Chelly Aluwa on Januari 9, 2008
at 6:42 pm
Chelly Aluwa,
Biaya hidup di Papua memang tinggi, apalagi di Wamena, karena transportasi
melalui udara.
Oleh: edratna on Januari 10, 2008
at 7:52 am
gw bukan asli wamena tp ngikut bonyok dalam rangka tugas.
wamena??? bener2 kota yang gak bs gw lupain!!
dari masih nenen ma mak gw ampe SMP gw ngabisin waktu dsna… pokoknya gw msh
belum bisa lupa sama dinginnya kali woma,wesaput,sd inpres mulele,smp negeri
2,dinginnya malam,jembatan gantung,angin kurima dll. oiye misal ada yang mau
ke wamena dalam waktu deket gw rekomendasiin t4 yang namanya pasir putih.t4nya
gak jauh kok dari pusat kota,plus aksesnya deket juga dengan mumi yang udah
kesohor itu. t4nya bnr2 asyik jek!! pasir putih bisa ada di atas bukit plus
jauh lebih putih n halus dari pasir yang ada di pantai.Jangan lupa bawa kamera
kesayangan trus pantengin tuh padang savana di sekitarnya, serasa di afrika!!!
kbtulan keluarga gw masih banyak dsna jd gak perlu ngeluarin duit buat
penginapan.
HIDUP PERSIWA!!!!
YOGOTAK HUBULUK M

--
Shigenoi Haruki

Comments

Popular Posts