ANALISIS GLIMEPIRIDA DALAM PLASMA TIKUS

ISSN : 1693-9883
Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. III, No.1, April 2006, 22 - 37

ANALISIS GLIMEPIRIDA DALAM
PLASMA TIKUS

Yahdiana Harahap, Umar Mansur, Theresia Sinandang

Departemen Farmasi FMIPA - UI

ABSTRACT

The aim of this research is to find the method for analyze glimepiride and it's
metabolite. Glimepiride is the second generation of antidiabetic oral from the sulphonyl
urea that works by stimulating the insulin secretion from beta cells of pancreas.
Glimepiride is isolated from plasma the using chloroform. Using the high performance
liquid chromatography method which include C18 reversed phase column,
using mixture of methanol:water (50:50, v/v) as a mobile phase, flow rate 1.0 ml/
minutes, detection at wavelenght 228 nm with photo diode array detector gives retention
times of glimepiride in 17 minutes without any interference from endogen component
of plasma and from it's metabolite. Linearity with added internal standard
gliclazide was established for the range concentration 100-1000 ng/ml with coefficient
of correlation (r) is 0.9977 and give the limit of quantitation of glimepiride in
50 ng/ml. The results of validation method fulfilled for the given criterias.

Key Words : Glimepiride, blood plasma, HPLC

PENDAHULUAN
metode yang terpercaya untuk
kepentingan analisis secara rutin.

A. LATAR BELAKANG
Selain itu suatu metode analisis obat
Glimepirida merupakan anti-dalam cairan biologis juga sangat
diabetes oral dari golongan sulfonil diperlukan untuk tujuan lain seperti
urea generasi II yang terbaru. Obat perhitungan parameter farmakoini
bekerja dengan cara menstimulasi kinetika, bioavailabilitas, bioekuisekresi
insulin dari sel beta pankreas. valen dan yang lainnya ((Kahn, CR
Belakangan penggunaan obat ini (Ed) 1995),(Shargel et al. 1988)).
sebagai antidiabetes semakin me-Dalam analisis dengan mengningkat,
karena keuntungannya yaitu gunakan cairan biologis perlu didosis
terapi yang rendah dan risiko cermati adanya metabolit dari obat
timbulnya efek hipoglikemia yang induk, karena dengan adanya metalebih
kecil dibandingkan golongan bolit, analisis suatu obat dapat saja
sulfonil urea lainnya. Pada pengguna-memberikan hasil yang menyesatkan.
an jangka panjang, kadar glimepirida Sehingga diperlukan suatu metode
dalam darah perlu dipantau untuk yang dapat mengidentifikasi secara
mendeteksi gejala dini terjadinya akurat baik obat induk maupun
efek samping, sehingga diperlukan metabolitnya (Kelly, MT. 1990).

Corresponding author : E-mail : yahdiana03@yahoo.com


Metode kromatografi cair kinerja
tinggi (KCKT) sejak tahun 1990 sudah
dimanfaatkan untuk analisis glimepirida
dalam cairan biologis (Lehr,
Damn P. 1990). Mengingat kadar
glimepirida dalam darah yang cukup
kecil (dalam kisaran ng/mL) maka
metode analisis glimepirida semakin
berkembang untuk mendapatkan
sensitivitas yang tinggi, sehingga
identifikasi glimepirida dapat dilakukan
dengan akurat. Kromatografi cair
dengan spketrometer massa merupakan
metode yang saat ini banyak
digunakan untuk menganalisis
glimepirida dalam cairan biologis
karena sensitivitasnya yang cukup
tinggi ((Ismail et al. 2004),(Hon Yun
Kim et al. 2004),(Ho, Emmie, et al.
2004)) dan sudah dimanfaatkan
untuk studi biavailabilitas dan bioekuivalen.
Metode ini melibatkan
seperangkat instrumen yang lebih
canggih dan kompleks jika dibandingkan
dengan metode-metode lain
yang sering digunakan dalam rangka
analisis obat dalam cairan biologis di
Indonesia. Di lingkungan Departemen
Farmasi FMIPA Universitas
Indonesia sendiri sudah ada penelitian
mengenai analisis glimepirida
dalam plasma secara in vitro dengan
menggunakan metode yang lebih
sederhana dan lebih ekonomis
dibandingkan metode-metode yang
telah dipublikasikan, yaitu secara
KCKT dengan detektor uv-vis (Wulandari,
Mahi 2004). Secara in vivo
metode ini belum teruji. Berbekal
metode ini, maka pada penelitian ini
akan dilakukan analisis glimepirida

Vol. III, No.1, April 2006

in vivo dalam plasma dengan menggunakan
hewan coba. Dalam penelitian
akan diamati apakah dalam
proses analisis glimepirida tidak
terganggu baik oleh metabolit dari
glimepirida atau komponen endogen
lain dalam plasma.

B. TUJUAN PENELITIAN
Melakukan analisis glimepirida
secara in vivo dengan menggunakan
metode yang telah divalidasi dan
mengamati seberapa jauh gangguan
yang dapat muncul dalam analisis
glimepirida.

C. BAHAN DAN CARA KERJA
BAHAN

Glimepirida (Kalbe Farma),
Glipizida (BPOM), Gliklazida Glibenklamida,
Metanol pro HPLC
(Merck), Etanol pro HPLC (Merck),
Aqua bidestilata Kloroform (Merck),
Gas nitrogen Heparin (Inviclot ®),
Dietil eter (Merck), Tikus putih jantan
strain Spraque–Dawley berumur 2-3
bulan dan dengan berat badan 150200
gram. (BPOM)

ALAT

KCKT Alliance Waters 2695
dengan detektor Photodiode Array
(PDA) Waters 2996, kolom C18
XTerra® 5 µm (Waters) 4.6 x 150 mm,
integrator program komputer Empower,
Spektrofotometer UV-Vis
model UV-1601 Shimadzu dilengkapi


dengan integrator UV-PC v.39, Pipet
volume, Timbangan analitik Ultrasonik
Branson, Shaker, Sentrifugator,
Vortex, Transfer pet (Effendorf,
Turbovap evaporator)

PROSEDUR KERJA

1.
Penetapan kondisi analisis
Larutan induk glimepirida diencerkan
hingga didapat konsentrasi
1 µg/ml, kemudian disuntikkan
sebanyak 20 µl ke dalam alat KCKT
dengan fase gerak metanol:air
masing–masing dengan perbandingan
80:20, 70:30, 60:40, dan 50:50.
Diamati kondisi analisis yang paling
optimum dari berbagai perbandingan
komposisi fase gerak.

2.
Pemilihan baku dalam yang
cocok
Larutan induk glipizida, gliklazida,
dan glibenklamida diencerkan
dengan fase gerak terpilih
hingga didapat konsentrasi masingmasing
1 µg/ml. Masing-masing
larutan baku dalam disuntikkan 20 µl
ke dalam KCKT dengan kondisi
terpilih. Kemudian diamati waktu
retensi masing-masing zat dan
dibandingkan dengan waktu retensi
glimepirida.

3.
Uji Linearitas
Larutan standar glimepirida
diencerkan dengan fase gerak hingga
didapat konsentrasi 100, 200, 300,
400, 800 dan 1000 ng/ml. Kemudian
disuntikkan sebanyak 20 ml ke dalam

alat KCKT dengan kondisi terpilih,
dan dibuat kurva persamaan garis
regresi linier luas puncak terhadap
konsentrasi glimepirida. Langkah
yang sama dilakukan pada larutan
glimepirida dengan penambahan
baku dalam 1000ng/ml pada masingmasing
konsentrasi. Kemudian dibuat
kurva persamaan garis regresi
linier perbandingan luas puncak
terhadap konsentrasi glimepirida.
Dihitung nilai koefisien korelasi dari
kedua kurva tersebut.

4.
Analisis glimepirida dalam
plasma in vitro
a.
uji spesifisitas (selektivitas)
Sebanyak 0,5 ml plasma
kosong (tanpa penambahan
glimepirida) diekstraksi dengan
2,5 ml kloroform dengan cara
dikocok menggunakan shaker
pada kecepatan 100 rpm selama
15 menit. Pisahkan fase organik,
kemudian ekstraksi kembali dua
kali dengan cara yang sama.
Semua fraksi kloroform dikumpulkan
dan diuapkan dengan gas
nitrogen pada temperatur 37°C
hingga kering. Kemudian residu
dilarutkan dalam 1,0 ml metanol,
vorteks selama 30 detik. Larutan
yang diperoleh disuntikkan
sebanyak 20 µl pada KCKT
dengan kondisi terpilih, diamati
adanya gangguan pada kromatogram
di sekitar waktu retensi
glimepirida dan baku dalam
terpilih. Langkah yang sama
juga dilakukan pada plasma yang

MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


mengandung glimepirida 100,
400, 1000 ng/ml dan baku dalam
terpilih 1000 ng/ml.

b. Uji perolehan kembali
Sebanyak 0,5 ml plasma
yang mengandung glimepirida
100, 400, dan 1000 ng/ml diekstraksi
dengan 2,5 ml kloroform
dengan cara dikocok menggunakan
shaker pada kecepatan
100 rpm selama 15 menit. Pisahkan
fase organik, kemudian
ekstraksi kembali dengan cara
yang sama sebanyak dua kali.
Semua larutan kloroform dikumpulkan
dan diuapkan dengan gas
nitrogen pada temperatur 37°C
hingga kering. Kemudian residu
dilarutkan dalam 1,0 ml metanol,
vorteks selama 30 detik. Masingmasing
larutan yang diperoleh
disuntikkan secara berulang
sebanyak 20 µl pada KCKT
dengan kondisi terpilih, dihitung
persentase perolehan kembali
dengan membandingkan luas
puncak yang diperoleh dengan
larutan standard. Uji perolehan
kembali juga dilakukan pada
plasma yang mengandung glimepirida
100, 400, 1000 ng/ml dan
baku dalam terpilih 1000 ng/ml.

c. Uji limit deteksi dan limit
kuantitasi
Larutan ekstrak plasma
yang mengandung glimepirida
dengan konsentrasi 100 ng/ml
disuntikkan sebanyak 20 ml ke
dalam alat KCKT dengan kondisi

terpilih, kemudian dihitung
tinggi puncak pada kromatogram.
Dihitung nilai perbandingan
tinggi puncak dengan
tinggi derau (S/N' = signal to noise
ratio). Untuk tinggi derau (noise)
disuntikkan pelarut metanol:air
(50:50), kemudian pada kromatogram
dihitung tinggi derau
tertingginya.

d. Uji Linearitas
Sebanyak 0,5 ml plasma
yang mengandung glimepirida
100, 200, 300, 400, 800 dan 1000
ng/ml diekstraksi dengan 2,5 ml
kloroform sebanyak dua kali.
Semua fraksi kloroform dikumpulkan
dan diuapkan dengan gas
nitrogen pada temperatur 37°C
hingga kering. Kemudian residu
dilarutkan dalam 1,0 ml metanol,
vorteks selama 30 detik. Masingmasing
larutan yang diperoleh
disuntikkan sebanyak 20 µl pada
KCKT dengan kondisi terpilih.
Kemudian dibuat kurva persamaan
garis regresi linier luas
puncak terhadap konsentrasi
glimepirida dalam larutan dari
masing-masing konsentrasi. Hal
yang sama dilakukan pada plasma
yang mengandung glimepirida
100, 300, 400, 800, 1000 ng/
ml dan baku dalam terpilih 1000
ng/ml, kemudian dibuat kurva
persamaan garis regresi linier
perbandingan luas puncak terhadap
konsentrasi glimepirida.
Dihitung nilai koefisien korelasi
dari kedua kurva tersebut.

Vol. III, No.1, April 2006


e.
Uji akurasi dan presisi
Sebanyak 0,5 ml plasma
yang mengandung glimepirida
100 , 400, dan 1000 ng/ml diekstraksi
dengan 2,5 ml kloroform
sebanyak dua kali. Semua
fraksi kloroform dikumpulkan
dan diuapkan dengan gas nitrogen
pada temperatur 37°C hingga
kering. Kemudian residu dilarutkan
dalam 1,0 ml metanol, vorteks
selama 30 detik. Masing-masing
larutan yang diperoleh disuntikkan
sebanyak 20 ml secara berulang
(minimal lima kali) pada
KCKT dengan kondisi terpilih.
Dihitung nilai persentase akurasi
dan koefisien variasinya. Uji
akurasi dan presisi juga dilakukan
pada plasma yang mengandung
glimepirida 100, 400, 1000
ng/ml dan baku dalam terpilih
1000 ng/ml dengan mengulangi
langkah-langkah seperti di atas.

5.
Analisis glimepirida dalam
plasma tikus
a. Perhitungan dosis untuk
tikus
Dosis yang akan digunakan
adalah 4 mg pada manusia.

Untuk dosis tikus/200g =

dosis manusia x faktor konversi

x faktor farmakokinetik

= 4 mg x 0.018 x 6

= 0.432 mg/200 g tikus

b.
Aklimatisasi hewan coba
Hewan coba diaklimatisasikan
dalam lingkungan sekitar

selama dua minggu. Pada tahap
ini dilakukan pengamatan terhadap
keadaan umum, seperti
penimbangan berat badan, tikus
yang sakit tidak diikutkan dalam
percobaan.

c. Hewan coba dibagi ke
dalam dua kelompok. Kelompok
I diberi perlakuan pemberian
glimepirida 0,432 mg/200 g (per
oral) pada tikus normal, dan
kelompok II diberi placebo (air).
Masing-masing tikus ditimbang
dan atur pemberian dosis sesuai
dengan berat tikus.
d. Tabung yang sudah berisikan
darah segera disentrifugasi
selama 10 menit dengan kecepatan
7000 rpm lalu diambil
bagian plasmanya. Plasma kemudian
ditambahkan baku dalam
terpilih sehingga didapat konsentrasi
1000 ng/ml. Lalu dipipet
0,5 ml plasma, kemudian diektraksi
dengan 2,5 ml kloroform
dengan cara dikocok menggunakan
shaker pada kecepatan 100
rpm selama 15 menit. Ambil
bagian kloroform dan ektraksi
kembali sebanyak dua kali.
Semua fraksi kloroform dikumpulkan
dan diuapkan dengan gas
nitrogen pada temperatur 37°C
hingga kering. Kemudian residu
dilarutkan dalam 1,0 ml metanol,
vorteks selama 30 detik Larutan
yang diperoleh disuntikkan
sebanyak 20 ml secara berulang
ke dalam kolom dengan kondisi
MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


terpilih. Pada kelompok yang
diberi perlakuan placebo diamati
adanya gangguan/interferensi
pada kromatogram dari ekstrak
plasma blangko. Pada kelompok
yang diberi perlakuan glimepirida
diamati munculnya
puncak glimepirida dan metabolitnya
pada kromatogram.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.
Penetapan panjang gelombang
analisis
Panjang gelombang maksimum
untuk larutan glimepirida adalah
228 nm,. larutan gliklazida pada 228,5
nm, larutan glipizida pada 227,4 nm,
dan larutan glibenklamida pada 229,7
nm. Berdasarkan spektrum serapan
yang diperoleh, glimepirida memiliki
panjang gelombang maksimum pada
228 nm.

Pada panjang gelombang ini
metanol masih memberikan serapan
yang cukup besar meskipun begitu
hal ini tidak mengganggu analisis
glimepirida. Serapan metanol dapat
diminimalkan dengan menggeser
panjang gelombang ke arah yang
lebih besar hanya saja mengakibatkan
menurunnya respon glimepirida.
Selanjutnya diamati spektrum
serapan dari ketiga zat yang akan
digunakan sebagai baku dalam.
Panjang gelombang maksimum dari
ketiga zat ini dengan glimepirida
tidak berbeda jauh, sehingga dapat
ditetapkan bahwa panjang gelombang
analisis adalah pada 228 nm.

Vol. III, No.1, April 2006

2.
Penetapan kondisi analisis
Pada fase gerak metanol : air (80:
20; v/v) diperoleh waktu retensi
glimepirida 3,753 menit, dengan
jumlah pelat teoritis 2748, dan faktor
ikutan 1,13. Pada fase gerak metanol:
air (70 : 30; v/v) diperoleh waktu
retensi glimepirida 5,83 menit,
dengan jumlah pelat teoritis 3054, dan
faktor ikutan 1,16. Pada fase gerak
metanol : air (60 : 40; v/v) diperoleh
waktu retensi glimepirida 8,93 menit,
dengan jumlah pelat teoritis 1852, dan
faktor ikutan 1,85. Pada fase gerak
metanol:air (50:50) diperoleh waktu
retensi glimepirida 17,064 menit,
dengan jumlah pelat teoritis 2954, dan
faktor ikutan 1,08. Dari kedua kondisi
terakhir yang menunjukkan pemisahan
yang baik, pada komposisi
metanol : air (50 : 50) diperoleh
jumlah lempeng teoritis yang lebih
besar dan nilai HETP yang lebih kecil.
Sehingga fase gerak yang akan
digunakan dalam analisis adalah
metanol : air (50 : 50; v/v) hanya saja
waktu analisis untuk kondisi ini
cukup lama yaitu sekitar dua puluh
menit.

Semua analisis pada tiap fase
gerak digunakan pemanas kolom
pada temperatur 500 C, hal ini
dilakukan untuk membantu menurunkan
tekanan sistem dan menjaga
agar waktu retensi tidak berubahubah.
Laju alir yang digunakan
adalah 1,0 ml/menit, tidak dilakukan
variasi laju alir untuk pengoptimalan
kondisi analisis, karena dapat diprediksikan
dengan memperlambat
laju alir akan semakin menambah


waktu analisis sehingga mengurangi
keefisienan waktu. Sedangkan jika
laju alir dipercepat maka akan terjadi
kenaikan tekanan sistem yang akan
mengakibatkan semakin pendek
umur kolom.

3.
Pemilihan baku dalam
Pada kondisi terpilih yaitu
dengan fase gerak metanol : air (50:
50), laju alir 1,0 ml/menit dan
temperatur kolom 500 C disuntikkan
ketiga larutan baku dalam.

Dari literatur yang ada ((Ismail
et al. 2004)(Hon Yun Kim et al.
2004)(Ho, Emmie, et al. 2004),(Rafael
E 2001)) glibenklamida merupakan
baku dalam terpilih untuk analisis
glimepirida dalam plasma. Hal ini
menyangkut struktur dan sifat
farmakokinetik yang hampir sama
dengan glimepirida. Pada kondisi
terpilih glibenklamida muncul pada
16,9 menit dekat dengan waktu
retensi glimepirida. Hal ini menandakan
glibenklamida memiliki sifat
kepolaran yang paling mirip dengan
glimepirida, tetapi puncak glibenklamida
berhimpit dengan puncak
glimepirida sehingga tidak bisa
digunakan sebagai baku dalam.
Glipizida dan gliklazida masingmasing
cukup terpisah baik dengan
glimepirida dengan masing-masing
nilai resolusinya 4,52 dan 4,43,
resolusi merupakan parameter untuk
menunjukkan apakah dua komponen
terpisah dengan baik. Sebagai baku
dalam dipilih gliklazida meskipun
nilai resolusi sedikit lebih kecil
daripada glipizida tapi waktu retensi

lebih lama daripada glipizida. Hal ini
untuk menghindari puncak-puncak
yang dapat muncul pada menit-menit
awal dalam analisis plasma. (lihat
gambar 1)

4.
Uji linearitas
Pada larutan glimepirida tanpa
baku dalam diperoleh kurva kalibrasi
dengan persamaan garis y = 65,743 x

+ 2772,635 dengan nilai koefisien
korelasi (r) 0,9998. Pada larutan
glimepirida dengan penambahan
baku dalam diperoleh kurva kalibrasi
dengan persamaan garis y = 0,0014 x
+ 0,0619 dan nilai koefisien korelasi
(r) 0,9993. Hal ini menunjukkan untuk
bahwa metode yang digunakan
sudah memenuhi kriteria linearitas.
Rentang konsentrasi yang dipilih
untuk uji linearitas didasarkan pada
konsentrasi minimum glimepirida
dalam darah yaitu 100 ng/ml, dan
konsentrasi maksimum glimepirida
dalam darah yaitu 1000 ng/ml.
5.
Uji limit deteksi dan limit
kuantitasi
Limit deteksi untuk larutan
glimepirida diperoleh pada konsentrasi
20 ng/ml dan limit kuantitasi
diperoleh pada konsentrasi 50 ng/ml.
Limit deteksi dan limit kuantitasi
penting untuk mengetahui batas
terendah konsentrasi suatu zat yang
masih dapat ditentukan dengan
metode yang digunakan secara akurat
dan presisi. Semakin kecil nilai
limit deteksi dan kuantitasi menunjukkan
semakin sensitifnya suatu
metode. Dalam analisis kadar obat

MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


Gambar 1. Kromatogram berbagai macam larutan baku dalam (overlay) denganfase gerak metanol-air (50:50); kecepatan alir 1,0 ml/menit; T kolom 50o C; volume
penyuntikan 20 µl; pada panjang gelombang 228 nm.
Keterangan : 1. Pelarut; 2. Glipizida; 3. Gliklazida; 4.Glibenklamida; 5.Glimepirida

dalam darah diperlukan suatu metode
yang cukup sensitif yang dapat
mengukur hingga satuan ng/ml.

Perhitungan limit deteksi dan
limit kuantitasi glimepirida dilakukan
dengan menghitung perbandingan
luas puncak glimepirida dengan
tinggi derau (noise) pada kromatogram
pelarut metanol : air (50 : 50)
(S/N). Berdasarkan pustaka (Wulandari,
Mahi 2004), nilai LOD adalah
tiga kali nilai S/N dan LOQ adalah
sepuluh kali nilai S/N. LOD didapatkan
pada konsentrasi glimepirida di
bawah 20 ng/ml, dan LOQ didapatkan
pada konsentrasi glimepirida 50
ng/ml.

Metode analisis glimepirida
dalam plasma secara kromatografi
cair dengan spektrometer massa

Vol. III, No.1, April 2006

dapat menghasilkan limit kuantitasi
5-10 ng/ml. Metode KCKT dengan
detektor uv-vis (Yun Kyoung Song.
et al. 2004) juga menghasilkan limit
kuantitasi 10 ng/ml. Limit kuantitasi
yang diperoleh dari penelitian ini
tidak sama (tidak lebih baik), walaupun
detektor yang digunakan sama
yaitu uv-vis. Hal ini kemungkinan
terjadi akibat perbedaan perangkat
instrumen.

Meskipun demikian limit deteksi
dan kuantitasi dari metode yang
digunakan sudah cukup sensitif,
mengingat kadar terendah glimepirida
dalam darah ialah 100 ng/ml,
nilai ini di atas limit kuantitasi. Hasil
ini juga memperbaiki nilai limit
deteksi dan kuantitasi yang diperoleh
dari penelitian terakhir menge



nai glimepirida dengan KCKT yang
menggunakan fase gerak metanol :
air (80 : 20; v/v) dengan laju alir 0,8
ml/menit (Wulandari, Mahi 2004).
Pada tinggi puncak yang dihasilkan
oleh gliklazida 1000 ng/ml adalah 280
mm dan didapatkan nilai S/N 93,33.
Hasil ini sudah memenuhi limit
kuantitasi yang dipersyaratkan.

6.
Uji akurasi dan presisi
Pada larutan glimepirida tanpa
baku dalam pada konsentrasi 100 ng/
ml memberikan nilai akurasi dan
presisi 99,08 ± 1,47 %, pada konsentrasi
400 ng/ml memberikan nilai
akurasi dan presisi 101,59 ± 2,02 %,
pada konsentrasi 1000 ng/ml memberikan
nilai akurasi dan presisi 95,54
± 0,84 %.

Pada larutan glimepirida dengan
baku dalam 1000 ng/ml, pada konsentrasi
100 ng/ml memberikan nilai
akurasi dan presisi 93,51 ± 4,14 %,
pada konsentrasi 400 ng/ml memberikan
nilai akurasi dan presisi
107,09 ± 3,84 %, pada konsentrasi 1000
ng/ml memberikan nilai akurasi dan
presisi 100,36 ± 0,39 %. Akurasi atau
kecermatan merupakan ukuran yang
menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit yang
sebenarnya, sedangkan presisi atau
keterulangan merupakan keseksamaan
metode jika dilakukan oleh
analis yang sama dan dalam interval
waktu yang pendek. Uji akurasi dan
presisi dilakukan untuk menilai
ketepatan metode analisis dengan
ketelitiannya.

Pengujian akurasi dan presisi

dilakukan dengan menyuntikkan
larutan standar secara berulang,
minimal lima kali. Uji ini dilakukan
pada tiga konsentrasi yaitu 100, 400
dan 1000 ng/ml baik untuk larutan
glimepirida tanpa baku dalam atau
dengan penambahan baku dalam.

Kriteria akurasi untuk suatu
metode adalah 90 -110 %, dan untuk
kriteria presisi dinyatakan dengan
koefisien variasi atau simpangan
baku relatif yaitu sebesar 2 % atau
kurang. Untuk larutan glimepirida
dengan baku dalam pada konsentrasi
100 dan 400 ng/ml memberikan nilai
koefisien variasi di atas 2 %, hal ini
kemungkinan disebabkan karena
larutan yang tidak homogen. Tetapi
pada konsentrasi lainnya sudah
memberikan nilai koefisien variasi di
bawah 2 %. Dari hasil ini dapat dikatakan
bahwa metode analisis yang
digunakan sudah memenuhi kriteria
akurasi dan presisi.

7.
Uji kestabilan
Larutan glimepirida tanpa baku
dalam stabil selama periode tujuh
hari. Untuk larutan glimepirida
dengan penambahan baku dalam
gliklazida stabil hingga hari keempat,
pada hari kelima bentuk komatogram
dari gliklazida berubah lebih lebar
dan terdapat puncak-puncak tambahan
yang sebelumnya tidak muncul.

8.
Analisis glimepirida dalam
plasma in vitro
a.
Uji spesifisitas
Pengujian ini dimaksudkan
untuk mengukur kemampuan

MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


suatu metode analisis untuk
komponen-komponen lain dalam
suatu sampel (cuplikan). Uji
spesifisitas dilakukan dengan
menyuntikkan larutan dari
ekstrak blanko plasma (tanpa
penambahan glimepirida) pada
Gambar 2, terlihat bahwa tidak
ada gangguan dari komponen
endogen plasma pada sekitar
waktu analisis glimepirida dan
baku dalam gliklazida. Kromatogram
ekstrak plasma yang
mengandung glimepirida 400
ng/ml dan baku dalam 1000 ng/
ml dapat dilihat pada Gambar 3.
Hasil ini memperlihatkan bahwa
metode analisis yang digunakan
sudah cukup spesifik untuk
analisis glimepirida.

b. Uji perolehan kembali
Cara ekstraksi yang digunakan
pada penelitian ini adalah

berdasarkan penelitian terakhir
mengenai analisis glimepirida
dalam plasma yang dilakukan di
departemen Farmasi FMIPA UI
(Wulandari, Mahi 2004) yaitu
dengan pengocokan menggunakan
shaker pada kecepatan 100
rpm selama 15 menit dengan
kloroform. Dengan cara ini,
pada konsentrasi glimepirida 250
ng/ml tanpa baku dalam menghasilkan
persentase perolehan
kembali sebesar 77,0 %. Dengan
penambahan baku dalam dapat
meningkatkan nilai persentase
perolehan kembali menjadi
86,09%. Kriteria persentasi perolehan
kembali menurut FDA

(11) adalah 80-120 %, pada uji
perolehan kembali tanpa baku
dalam tidak memenuhi kriteria
tersebut. Oleh karena itu dicoba
meningkatkan persentase perolehan
kembali dengan menam-
Gambar 2. Kromatogram ekstrak blangko plasma dengan fase gerak metanol-air(50:50; v/v); kecepatan alir 1,0 ml/menit; T kolom 50o C; volume penyuntikan 20 µl;
pada panjang gelombang 228 nm.

Vol. III, No.1, April 2006


Gambar 3. Kromatogram ekstrak plasma yang mengandung glimepirida 100 ng/mldan baku dalam gliklazida 1020 ng/ml dengan fase gerak metanol-air (50:50; v/v);
kecepatan alir 1,0 ml/menit; T kolom 50o C; volume penyuntikan 20 µl; pada panjanggelombang 228 nm.
Keterangan : 1. gliklazida; 2. glimepirida

bah variasi kecepatan pengocokan
dan lama pengocokan,
yakni pada 125 rpm selama 25
menit. Dengan cara ini ternyata
dapat meningkatkan hasil perolehan
kembali baik untuk
larutan glimepirida tanpa dan
dengan baku dalam, berturutturut
ialah 101,01 % dan 93,82 %.

Selanjutnya dilakukan uji
perolehan kembali pada tiga
konsentrasi glimepirida yaitu
100, 400, dan 1000 ng/ml dengan
atau tanpa baku dalam, masingmasing
dilakukan triplo. Pada
larutan glimepirida tanpa baku
dalam, dari konsentrasi 100 ng/
ml dihasilkan nilai perolehan
kembali 94,175 ± 3,83 %, pada
konsentrasi 400 ng/ml dihasilkan
nilai perolehan kembali 92,70 ±
7,9 % dan pada konsentrasi 1000
ng/ml dihasilkan nilai perolehan

kembali 97,21 ± 9,94 %. Sedangkan
pada larutan glimepirida
dengan baku dalam 9920 ng/ml
pada konsentrasi 100, 400, dan
1000 ng/ml dihasilkan nilai
perolehan kembali berturutturut
83,54 ± 1,96 %, 91,66 ±
2,19 %, dan 88,85 ± 3,08 %. Di
sini tampak bahwa penggunaan
baku dalam dapat meningkatkan
akurasi dan presisi.

Kriteria keterulangan dari
metode ekstraksi dinyatakan
dengan koefisien variasi dari
perolehan persentasi nilai perolehan
kembali, koefisien variasi
yang diperbolehkan adalah
kurang dari 15 %. Dari masingmasing
konsentrasi baik larutan
glimepirida tanpa atau dengan
baku dalam menghasilkan koefisien
variasi kurang dari 15 %.
Dengan demikian metode ek-

MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


straksi yang digunakan sudah
memenuhi kriteria untuk metode
yang valid.

c. Uji linearitas
Pada ekstrak plasma yang
sudah ditambahkan glimepirida
pada rentang konsentrasi 1001000
ng/ml dapat dibuat kurva
kalibrasi dengan persamaan
garis y = 64,8560 x + 3514,95 dan
koefisien korelasi (r) 0,9960.

Pada ekstrak plasma yang
sudah ditambahkan glimepirida
dan baku dalam gliklazida pada
rentang konsentrasi 100-1000
ng/ml dapat dibuat kurva kalibrasi
dengan persamaan garis y
= 1,2134x10-3 x + 0,0656 dan
koefisien korelasi (r) 0,9977.
Untuk metode bioanalisis yang
valid, kriteria linieritas dipenuhi
dengan menghasilkan harga
koefisien variasi r = 0,998 (Ismail
et al. 2004). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa hanya kurva
kalibrasi larutan glimepirida
dengan penambahan baku dalam
yang memenuhi kriteria uji
linieritas.

d. Uji limit deteksi dan limit
kuantitasi
Pada konsentrasi glimepirida
100 ng/ml dalam plasma
didapat tinggi puncak sebesar 62
mm, dan memberikan nilai S/N
20,67. Dari hasil ini dapat diasumsikan
bahwa limit kuantitasi
berada di bawah konsentrasi 100
ng/ml. Tinggi puncak gliklazida

1000 ng/ml dalam plasma adalah
230 mm dan memberikan nilai S/
N 76,67, hal ini sudah memenuhi
kriteria limit kuantitasi yang
dipersyaratkan. Dengan limit
kuantitasi glimepirida di bawah
100 ng/ml menunjukkan bahwa
metode ini sudah cukup sensitif,
dan diharapkan dapat diaplikasikan
untuk analisis glimepirida
secara in vivo dalam manusia.

e. Uji akurasi dan presisi
Rentang akurasi yang diperbolehkan
untuk suatu metode
analisis dalam matriks biologis
adalah 80-120 % dan untuk presisi
adalah memberikan nilai
koefisien variasi sebesar 15 %
atau kurang (11).

Uji akurasi dan presisi dilakukan
pada konsentrasi glimepirida
100, 400, dan 1000 ng/ml
baik dengan penambahan baku
dalam dan tanpa baku dalam.

Pada larutan glimepirida
tanpa baku dalam pada konsentrasi
100 ng/ml memberikan nilai
akurasi dan presisi 91,12 ± 4,60%,
pada konsentrasi 400 ng/ml
memberikan nilai akurasi dan
presisi 87,77 ± 7,13 %, dan pada
konsentrasi 1000 ng/ml memberikan
nilai akurasi dan presisi
101,82 ± 1,47 %.

Pada larutan glimepirida
dengan baku dalam 1000 ng/ml,
pada konsentrasi 100 ng/ml
memberikan nilai akurasi dan
presisi 84,88 ± 3,37 %, pada konsentrasi
400 ng/ml memberikan

Vol. III, No.1, April 2006


nilai akurasi dan presisi 104,72 ±
1,32 %, pada konsentrasi 1000
ng/ml memberikan nilai akurasi
dan presisi 100,13±3,13 %.

Dari hasil di atas memperlihatkan
bahwa metode analisis
yang digunakan sudah memenuhi
kriteria akurasi dan presisi
untuk suatu metode bioanalisis
yang valid, dimana rentang
akurasi yang dihasilkan masih
dalam batas 80 % hingga 120 %
dan nilai koefisien variasi masih
di bawah 15 % pada tiap konsentrasi
larutan uji.

9.
Analisis glimepirida dalam
plasma tikus
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini dapat mengidentifikasi
glimepirida tanpa adanya gangguan
baik dari metabolit yang terbentuk
atau dari komponen endogen plasma.

Dari data-data yang didapat dari
analisis glimepirida baik dalam
larutan standar atau dalam plasma in
vitro, dapat diambil kesimpulan
bahwa analisis glimepirida secara
kuantitatif dilakukan dengan metode
penambahan baku dalam. Karena
terbukti dari hasil validasi metode
bahwa dengan penambahan baku
dalam lebih baik dibandingan pada
analisis glimepirida tanpa baku
dalam. Pada analisis kuantitatif
glimepirida pada plasma tikus digunakan
metode penambahan baku
dalam

Dosis yang akan diberikan adalah
dosis 4 mg manusia. Data dosis
suatu obat pada manusia tidak dapat

diproyeksikan begitu saja pada

hewan coba hanya berdasarkan berat

badan (mg dosis obat/kg berat

badan). Menurut pustaka (Harmita

dan Radji M. 2004) faktor konversi

dari dosis manusia untuk tikus per

200 gram adalah 0,018. Selain itu ada

juga hal lain yang harus diperhitung


kan dalam penentuan dosis, meng


ingat adanya perbedaan spesies

maka metabolisme akan berbeda

pula, hal ini diperhitungkan sebagai

faktor farmakokinetika. Penentuan

faktor farmakokinetik pada tikus

didasarkan pada jumlah enzim yang

berperan pada proses metabolisme.

Glimepirida secara sempurna dimeta


bolisme pada fase I (reaksi oksi


datif). Pada tikus, jumlah enzim yang

berperan pada fase ini adalah lebih

banyak empat hingga enam kali

dibandingkan pada manusia. Faktor

farmakokinetika yang diambil adalah

6 (Williams, RT. 1979).

Setelah pemberian glimepirida,

pengambilan darah dilakukan pada

jam kelima dan ketujuh. Penentuan

waktu pengambilan didasarkan pada

waktu paruh glimepirida yaitu lima

hingga tujuh jam, sehingga diharap


kan metabolit sudah terbentuk dan

jumlah glimepirida dalam bentuk

utuh masih cukup untuk dianalisis.

Karena darah yang dibutuhkan cu


kup banyak, cara pengambilan darah

ialah dengan jalan mengambil darah

dari jantung. Segera setelah darah

ditampung dalam tabung yang sudah

diberi heparin disentrifugasi selama

sepuluh menit pada kecepatan 7000

rpm. Plasma merupakan bagian yang

MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


jernih (supernatan) dan dipisahkan
untuk tahap analisis selanjutnya.

Mengingat ikatan protein glimepirida
dengan plasma sangat besar
(hampir 100 %), cara pengendapan
protein yang sering sekali digunakan
untuk memisahkan obat dari komponen
plasma tidak dapat digunakan
karena glimepirida akan ikut mengendap
akibatnya penarikan glimepirida
tidak akan berhasil. Cara yang
digunakan pada penelitian ini adalah
melalui ekstraksi cair-cair menggunakan
larutan kloroform. Metode
ini didasarkan nilai koefisien partisi
(KD) antara cairan dengan fase organik,
nilai KD maksimum merupakan
dasar pemilihan jenis larutan pengekstraksi.
Pada penelitian sebelumnya
(Ismail et al. 2004) sudah
dilakukan optimasi pada pemilihan
jenis larutan pengekstraksi, yaitu
didapatkan bahwa kloroform memiliki
nilai KD paling besar diantara jenis
larutan pengekstraksi lainnya.

Larutan kloroform yang didapat
diuapkan untuk memekatkan konsentrasi
dari glimepirida. Penguapan
dengan bantuan gas nitrogen dilakukan
untuk menghindari terjadinya
dekomposisi analit selama proses
penguapan. Terlihat bahwa metode
ini dapat mengidentifikasi glimepirida
yang muncul pada 15,301 menit
dan gliklazida pada 4,261 menit. Pada
pemberian dosis glimepirida dalam
tubuh akan terbentuk metabolit, dari
metode analisis ini baik pada jam
kelima atau pada jam ketujuh tidak
muncul adanya metabolit pada kromatogram.
Dalam hal ini dapat

Vol. III, No.1, April 2006

terjadi kemungkinan, yaitu karena
metabolit tidak ikut terekstraksi oleh
kloroform, atau metabolit ikut terekstraksi
hanya saja pada waktu
pelarutan dengan metanol metabolit
tidak ikut terlarut sehingga tidak
muncul pada kromatogram. Metabolit
suatu obat pasti lebih polar
dibandingkan dengan obat induknya,
karena perbedaan kepolaran ini
maka terjadi perbedaan pula baik
pada waktu ekstraksi atau pada
proses pelarutan dengan metanol.
Jika tidak diperlukan untuk menghitung
kadar metabolit glimepirida
maka metode ini dapat digunakan
untuk analisis glimepirida dalam
plasma, tetapi jika diinginkan untuk
menghitung metabolit secara kuantitatif,
maka diperlukan metode
ekstraksi yang tepat agar metabolit
ikut terekstraksi dan teridentifikasi.
Atau dengan menambah waktu
pengambilan darah agar konsentrasi
metabolit bertambah. Dari hasil ini
dapat dihitung dari pemberian empat
mg glimepirida dosis manusia, pada
jam kelima kadar glimepirida dalam
plasma (pada dua tikus) adalah
389,24 – 628,32 ng/ml. Pada jam
ketujuh didapatkan kadar glimepirida
dengan dan tanpa baku dalam
sebesar 75,03 dan 95,93 %. (lihat
gambar 4)

KESIMPULAN

1. Dengan metode kromatografi
cair kinerja tinggi menggunakan
kolom C18 fase terbalik, fase gerak

Gambar 4. Kromatogram ekstrak sampel plasma pada jam ke-5 setelah pemberian
dosis glimepirida dengan penambahan baku dalam dengan fase gerak metanol-air
(50:50; v/v); kecepatan alir 1,0 ml/menit; T kolom 50o C; volume penyuntikan 20 µl;
pada panjang gelombang 228 nm.
Keterangan : 1. gliklazida; 2. glimepirida.


metanol:air (50:50; v/v), laju alir 1,0
ml/menit, dan dideteksi pada
panjang gelombang 228 nm dengan
detektor photo diode array, glimepirida
dapat dianalisis dengan penambahan
baku dalam gliklazida tanpa adanya
gangguan baik dari metabolit atau
komponen endogen plasma. Waktu
retensi glimepirida diperoleh pada 17
menit.

2. Hasil validasi metode menunjukkan
bahwa metode analisis
yang digunakan sudah memenuhi
kriteria akurasi, presisi, selektivitas
dan sensitivitas.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim,Guidance for industry
bioanalytical method validation.

2001. Center for Drug Evaluation
and Research (CDER). http://
www.fda.gov/cder/guidance/
index.htm, 1 Mei 2005, pk. 20.00
WIB.

Harmita, Radji M. Buku Ajar Analisis
Hayati. Depok: Departemen
Farmasi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam,
2004:74-78.

Hon Yun Kim, Kyu Young Chan,
Chang Hun Park, Moon Sun
Jang. Determination of glimepiride
in human plasma using liquid
chromatography-electrospray
ionization tandem mass.
spectrometry (LC-ESI/MS/MS).
Buletin of the Korean Chemical Society,
25 No. 1. 2004.

Ho, Emmie, Yiu K, Wan T, Stewart
B, Watkins K. Detection of anti

MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


diabetics in equine plasma and
urine by liquid chromatography-
tandem mass spectrometry. J
Chromatogr B 811. 2004:65-73.

Ismail, Isam, Jafer I, Tamimi J. Determination
of glimepiride in human
plasma by liquid chromatography
electrospray ionization
tandem mass spectrometry. J.
Chromatogr B, 5. 2004 : 103-109.

Kahn, CR (Ed). Disorders of Fuel
Metabolism.Dalam: Becker, FL
(Ed). Principles & practise of
endocrynology & metabolism.
2nd ed. Philadelphia : J.B. Lippincott
Company, 1995.

Kelly, MT. Drug Analysis in Biological
Fluids. Dalam : Chemical
analysis in complex matrices.
Dublin, Ireland, 1990 : 17-97.

Lehr, Damn P. Simultaneous determination
of the sulphonylurea
glimepiride and it's metabolites
in human serum and urine by
high performance liquid chromatography
after pre-column derivatization.
J. Chromatogr B : biomedical
sciences and application

526. 1990 : 497-505.
Rafael Elisio Barrientes Astifgarraga.
The determination glimepiride in
human plasma LC-MS-MS using

glibenclamide as the internal
standard. Brazil : Institute of Biomedical
Sciences-USP. 2001.
Http://www.cartecius.com, tanggal
20 November 2004 pukul 15.30
WIB.

Shargel, Leon and Andrew BC Yu.
Applied Biopharmaceutics &
Pharmacokinetics second edition.
Appleton & Lange, 1988 : 33-110.

Williams, RT. Species Variations in
Drug Biotransformation. Dalam:
La Du, BN, Mandel HG and Way
EL (Eds). Fundamentals of Drug
Metabolism and Drug Disposition.
Huntington, New York : The
Williams and Wilkins Company,
1979: 187-203.

Wulandari, Mahi. Optimasi analisis
glimepirida dalam plasma in vitro
secara kromatografi cair kinerja
tinggi. Skripsi Program Sarjana
Farmasi FMIPA UI. Depok. 2004.

Yun Kyoung Song. Jeong Eun Maeng,
Hye Ryung Hwang, Jeong Sook
Park, Bae Chan Kim, Jin Ki Kim.
Determination of glimepiride in
human plasma using semimicrobore
high performance liquid
chromatography with column-
switching. J Chromatogr B

810. 2004:143-149.
Vol. III, No.1, April 2006


--
Shigenoi Haruki

Comments

Popular Posts