Flu Babi
MAKALAH
FLU BABI
Oleh
Dewi Sri Wulandari
NIM 0610710031
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2009
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Daftar Isi ii
Daftar Gambar iii
Bab I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2
Bab II Tinjauan Pustaka 3
2.1 Definisi 3
2.2 Epidemiologi 3
2.3 Etiologi 4
2.4 Patogenesis 5
2.5 Gejala Klinis 5
2.6 Diagnosis 6
2.7 Terapi 7
2.8 Prognosis 8
2.9 Pencegahan 8
Bab III Metode Penulisan 10
3.1 Sifat Penulisan 10
3.2 Metode Perumusan Masalah 10
3.3 Kerangka Berpikir 10
3.4 Metode Pengumpulan Data 10
3.5 Metode Analisis dan Pemecahan Masalah 10
3.6 Sistematika Penulisan 11
Bab IV Pembahasan 12
Bab V Penutup 17
5.1 Kesimpulan 17
5.2 Saran 17
Daftar Pustaka 18
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta epidemiologi kasus confirmed flu babi (WHO, 2009). 3
Gambar 2.2 Virus Flu Babi (Centers for Disease Control and Prevention, 2009). 4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 2009 terjadi wabah virus influenza A subtipe H1N1 yang disebabkan oleh strain baru yang disebut flu babi. WHO melaporkan sekitar 1500 kasus flu babi terjadi di 22 negara, dengan kasus terbanyak di Meksiko, Amerika Serikat, Kanada, Spanyol, dan Inggris (Centers for Disease Control and Prevention, 2009n). Sumber wabah tersebut masih belum diketahui. Namun demikian, kasus yang pertama kali ditemukan di Amerika Serikat dan Meksiko ini prevalensinya makin meningkat dengan fatality rate yang cukup tinggi (Centers for Disease Control and Prevention, 2009g).
Flu babi adalah nama virus yang umumnya menyerang babi. Manusia normalnya tidak mengalami flu babi, namun infeksi pada manusia juga dapat terjadi. Flu babi terutama menyerang anak-anak dan lanjut usia. Kasus yang parah banyak terjadi pada anak-anak. Diduga penyebabnya adalah pada anak-anak imunitas tubuh belum terbentuk dengan baik. Di samping itu, terjadinya mutasi pada virus influenza menghasilkan strain baru sehingga vaksin influenza yang sudah ada tidak mampu memberikan proteksi. Kasus kematian pertama akibat flu babi yang dilaporkan di Amerika Serikat menimpa seorang anak berusia 23 bulan (Centers for Disease Control and Prevention, 2009n).
Flu babi berpotensi menimbulkan pandemi. Hal ini disebabkan virus flu babi sangat infeksius dan mudah menyebar dari manusia satu ke manusia lain. Selain itu, gejala flu babi pada manusia mirip dengan gejala flu biasa, misalnya demam, batuk, nyeri tenggorokan, myalgia, nyeri kepala, menggigil, dan malaise (Dumyati, et al., 2009).
Uraian di atas menunjukkan bahwa seluruh dunia perlu waspada terhadap flu babi. Perjalanan penyakitnya yang sangat cepat dan fatality rate yang cukup tinggi menyebabkan pentingnya tindakan pencegahan primer. Oleh karena itu, dibuatlah makalah ini untuk memberikan informasi yang diperlukan dalam pencegahan flu babi.
1.2 Rumusan Masalah
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyebaran dan keparahan penyakit flu babi?
1.3 Tujuan
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran dan keparahan penyakit flu babi.
1.4 Manfaat
Memaparkan informasi yang diperlukan dalam pencegahan flu babi, baik primer, sekunder, maupun tersier.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Flu babi merupakan penyakit influenza yang disebabkan oleh beberapa strain virus influenza yang biasanya menginfeksi babi (Centers for Disease Control and Prevention, 2009c).
2.2 Epidemiologi
Epidemi flu babi memiliki potensi menjadi pandemi. WHO meningkatkan level kewaspadaan pandemi global untuk flu babi ke fase 5 dari 6 fase yang ada, yaitu pandemi ”imminant” (Dumyati, et al., 2009).
Keterangan:
500+ kasus
50+ kasus
5+ kasus
1+ kasus
Gambar 2.1. Peta epidemiologi kasus confirmed flu babi (WHO, 2009).
Sebuah laporan CDC menunjukkan bahwa jumlah sebenarnya kasus, yang sebagian besar tidak tercatat, infeksi flu babi di Meksiko yang merupakan episentrum wabah diperkirakan telah mencapai 32.000 kasus pada akhir April. WHO menyatakan bahwa Meksiko saat ini memiliki 1.626 kasus confirmed (Dumyati, et al., 2009).
Situasi yang sama terjadi di Amerika Serikat. Dalam konferensi CDC dinyatakan bahwa 2.618 kasus confirmed di Amerika Serikat hanya meliputi sebagian kecil dari infeksi aktual yang terjadi. Sebagian besar orang yang sakit tidak mencari pengobatan dan tidak melakukan tes untuk mengetahui strain virus flunya (Dumyati, et al., 2009).
2.3 Etiologi
Flu babi disebabkan oleh virus influenza A subtipe H1N1, H1N2, H3N1, H3N2, dan H2N3. Virus influenza A termasuk famili Orthomyxoviridae. Virionnya berbentuk partikel sferis yang irregular, berdiameter 80–120 nm, dan memiliki lipid envelope dengan penonjolan glikoprotein H dan N. Hemagglutinin adalah tempat virus melekat pada reseptor asam sialic, sedangkan neuraminidase mendegradasi reseptor dan berperan dalam pelepasan virus dari sel yang terinfeksi setelah replikasi (Fauci, et al., 2008).
Gambar 2.2. Virus Flu Babi (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Virus influenza memasuki sel dengan cara endositosis yang dimediasi reseptor, membentuk endosom yang mengandung virus. Hemagglutinin memediasi fusi membran endosom envelope virus, dan menyebabkan lepasnya nucleocapsid virus ke sitoplasma. Respon imun terhadap antigen H merupakan determinan utama proteksi terhadap virus influenza, sementara antigen N membatasi penyebaran dan berkontribusi dalam reduksi infeksi (Fauci, et al., 2008).
Lipid envelope virus influenza A juga mengandung protein M1 dan M2, yang berperan dalam stabilisasi lipid envelope dan fusi virus. Virionnya juga mengandung antigen NP, yang berasosiasi dengan genom virus, serta 3 protein polymerase yang penting untuk transkripsi dan sintesis RNA virus. Dua protein nonstructural berfungsi sebagai antagonis interferon dan regulator posttranslasi, serta nuclear export factor (Fauci, et al., 2008).
Genom virus influenza A mengandung 8 segmen RNA rantai tunggal, yang mengkode protein struktural dan nonstruktural. Karena genomnya bersegmen, kemungkinan terjadinya mutasi selama infeksi sangat tinggi (Fauci, et al., 2008).
Virus influenza A sering menimbulkan wabah karena cenderung mengalami variasi antigen secara periodik. Variasi antigen mayor, yang disebut antigenic shift, berperan dalam menimbulkan pandemi. Variasi minor disebut antigenic drift. Variasi antigen ini dapat melibatkan hemagglutinin saja atau hemagglutinin dan neuraminidase (Fauci, et al., 2008).
2.4 Patogenesis
Peristiwa awal yang terjadi adalah infeksi epitel respirasi oleh virus influenza yang berasal dari sekresi respirasi individu yang mengalami infeksi akut. Awalnya infeksi virus hanya mengenai sel epitel kolumnar bersilia, namun dapat meliputi sel saluran respirasi lainnya,misalnya sel alveolar, sel kelenjar mucus, dan makrofag. Dalam sel yang terinfeksi, virus bereplikasi dalam 4-6 jam, kemudian virus yang infeksius dilepaskan untuk menginfeksi sel-sel lain di sekitarnya (Fauci, et al., 2008).
Studi histopatologis menunjukkan perubahan degeneratif, termasuk granulasi, vakuolisasi, pembengkakan, dan piknosis nucleus pada sel bersilia yang terinfeksi. Sel-sel ini dapat mengalami nekrosis dan deskuamasi. Pada beberapa area, epitel kolumnar mengalami metaplasi menjadi epitel pipih. Keparahan penyakit berhubungan dengan jumlah virus yang dikeluarkan dari sekresi respirasi. Jadi, derajat replikasi virus merupakan faktor penting dalam patogenesis. Gejala sistemik dalam influenza berkaitan dengan induksi sitokin tertentu, terutama TNF, interferon, IL-6, dan IL-8 pada sekresi respirasi dan aliran darah (Fauci, et al., 2008).
Respon tubuh terhadap infeksi influenza melibatkan antibodi humoral, antibodi lokal, cell-mediated immunity, interferon, dan pertahanan tubuh lainya. Antibodi sekretori yang diproduksi saluran respirasi terutama berupa IgA dan berperan penting dalam proteksi terhadap infeksi. Berbagai respon cell-mediated immunity antara lain proliferasi sel T, aktivasi CTL dan sel NK. Interferon dapat dideteksi di secret respirasi setelah terjadi pelepasan virus, dan peningkatan kadar interferon berhubungan dengan penurunan pelepasan virus (Fauci, et al., 2008).
2.5 Gejala klinis
2.5.1 Pada babi
Pada babi infeksi influenza memberikan gejala demam, lethargy, bersin, batuk, kesulitan bernapas, dan penurunan napsu makan. Pada beberapa kasus infeksi dapat menyebabkan aborsi. Walaupun mortalitas biasanya rendah (sekitar 1-4%), virus ini dapat menyebabkan penurunan berat badan dan gangguan pertumbuhan, menyebabkan kerugian ekonomi pada petani. Babi yang terinfeksi dapat kehilangan berat badan sebesar 6 kg dalam 3-4 minggu (Kothalawala, et al., 2006).
2.5.2 Pada manusia
Gejala flu babi paling banyak sama dengan gejala flu biasa pada manusia, yaitu demam, batuk, sakit tenggorokan, myalgia, menggigil, dan fatigue. Beberapa pasien mengalami diare dan muntah akibat infeksi flu babi. Pasien dengan penyakit kronis seperti asma, diabetes, penyakit jantung, dan lain-lain yang terinfeksi flu babi mengalami pemburukan kondisi medisnya (The Patient Education Institute Inc., 2009).
Tanda-tanda kegawatan yang memerlukan perhatian medis antara lain sebagai berikut (The Patient Education Institute Inc., 2009).
1) Pada anak-anak:
a) Takipnea atau gangguan bernapas
b) Sianosis
c) Kurangnya hidrasi
d) Demam tinggi atau berkepanjangan
2) Pada dewasa:
a) Kesulitan bernapas atau napas pendek
b) Nyeri pada dada atau abdomen
c) Nyeri kepala mendadak
d) Near-fainting atau fainting
e) Konfusio
f) Muntah yang parah atau persisten
g) Demam tinggi atau berkepanjangan
2.6 Diagnosis
Flu babi didiagnosis presumtif secara klinis dengan anamnesa pasien mengenai riwayat kontak dengan orang yang terinfeksi dan timbulnya gejala-gejala klinis. Biasanya tes cepat, misalnya sample swab nasofaring, dilakukan untuk melihat apakah pasien terinfeksi virus influenza A atau B. Hasilnya dapat negatif apabila tidak ada infeksi flu, atau positif untuk tipe A dan B. Apabila hasilnya positif untuk tipe B, flu tersebut bukan merupakan flu babi (H1N1). Apabila positif untuk tipe A, orang tersebut mungkin terkena flu biasa atau flu babi (H1N1) (MedicineNet, Inc., 2009).
Flu babi didiagnosis definitif dengan mengidentifikasi antigen tertentu sehubungan dengan tipe virus. Secara umum, tes ini dilakukan di laboratorium khusus dan tidak dilakukan oleh banyak praktek dokter atau laboratorium rumah sakit. Namun demikian praktek dokter dapat mengirim specimen ke laboratorium khusus apabila diperlukan (MedicineNet, Inc., 2009).
2.7 Terapi
Pasien asimtomatik harus dipisahkan dari orang lain di ruang tersendiri. Apabila pasien tersebut perlu berpindah ke bagian lain dari rumah, mereka harus memakai masker. Pasien dianjurkan untuk sering mencuci tangan dan mengikuti praktek hygiene respirasi. Peralatan makan yang digunakan oleh pasien harus dicuci dengan sabun dan air sebelum digunakan oleh orang lain (MedicineNet, Inc., 2009).
Terapi antivirus empiris direkomendasikan untuk setiap orang sakit yang dicurigai terkena infeksi flu babi. Terapi antivirus dengan zanamivir saja atau dengan kombinasi oseltamivir dan amantadin atau rimantadin harus segera dimulai setelah onset gejala. Durasi terapi yang direkomendasikan adalah 5 hari. Dosis dan jadwal pemberian antivirus untuk flu babi sama dengan influenza musiman (MedicineNet, Inc., 2009).
Untuk kasus confirmed flu babi dapat diberikan oseltamivir (Tamiflu) atau zanamivir (Relenza). Durasi terapi yang direkomendasikan adalah 5 hari. Antivirus ini juga diberikan untuk kasus di mana hasil tes positif untuk influenza A tetapi negatif untuk virus influenza musiman H3 dan H1 dengan PCR (MedicineNet, Inc., 2009).
Oseltamivir, zanamivir, amantadine dan rimantadin adalah obat kategori C sehubungan dengan kehamilan, menunjukkan bahwa belum ada penelitian klinis untuk mengetahui keamanan obat ini dalam kehamilan. Namun demikian, pemberian amantadin dan rimantadine dosis tinggi pada hewan bersifat teratogenik dan embriotoksik. Oleh karena itu, obat ini boleh digunakan pada kehamilan hanya apabila keuntungan yang diperoleh sebanding dengan resiko pada fetus (MedicineNet, Inc., 2009).
Oseltamivir atau zanamivir juga dapat digunakan sebagai kemoprofilaksis untuk infeksi flu babi. Durasi kemoprofilaksis adalah 7 hari setelah pemaparan pada kasus confirmed flu babi. Kemoprofilaksis antivirus direkomendasikan untuk (MedicineNet, Inc., 2009):
a. Orang yang kontak dekat dengan kasus confirmed atau suspected
b. Anak sekolah yang beresiko tinggi mengalami komplikasi jika terkena influenza melalui kontak dengan kasus confirmed atau suspected
c. Wisatawan yang pergi ke Meksiko
d. Pekerja di daerah perbatasan/pinggiran Meksiko
e. Tenaga kesehatan
2.8 Prognosis
Secara umum, 80-90% pasien yang menderita flu babi merasakan gejala yang parah, namun sembuh tanpa komplikasi, seperti pada pasien-pasien di Meksiko dan Amerika Serikat. Namun, pasien dewasa muda di Meksiko memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Pasien immunocompromised juga memiliki outcome yang lebih buruk dengan angka mortalitas yang tinggi (MedicineNet, Inc., 2009).
Masalah yang berkaitan dengan prognosis masih belum jelas. Faktor confounding yang mempengaruhi prognosis flu babi adalah penyakit ini mewabah pada akhir musim flu pada umumnya. Karena flu babi adalah virus baru dan tidak mengikuti pola flu biasa, prognosisnya sangat spekulatif (MedicineNet, Inc., 2009).
2.9 Pencegahan
2.9.1 Pencegahan pada babi
Metode untuk mencegah penyebaran influenza pada babi meliputi manajemen fasilitas, manajemen ternak, dan vaksinasi. Kontrol flu babi dengan vaksinasi menjadi sulit karena terjadi evolusi virus yang menyebabkan respon inkonsisten terhadap vaksin tradisional (National Hog Farmer, 2007). Departemen Agrikultur Amerika Serikat menyatakan bahwa vaksin hanya mencegah babi menjadi sakit, namun tidak mencegah infeksi dan penyebaran virus (Anonymous, 2009).
Manajemen fasilitas meliputi penggunaan desinfektan dan mengatur temperatur untuk mengontrol virus di lingkungan. Virus tidak dapat hidup di luar sel lebih dari 2 minggu, kecuali pada kondisi dingin, dan diinaktivasi oleh desinfektan. Manajemen ternak dilakukan dengan tidak mencaampurkan babi yang terkena influenza pada kelompok yang belum pernah terpapar virus. Virus dapat bertahan hidup pada babi karier sehat selama 3 bulan. Babi karier mampu menyebarkan virus pada kelompok lain dan akhirnya menimbulkan wabah (The Merck Veterinary Manual, 2008).
2.9.2 Pencegahan transmisi dari babi ke manusia
Transmisi dari babi ke manusia terjadi di perternakan babi di mana peternak mengalami kontak dekat dengan babi. Walaupun strain flu babi tidak umum menginfeksi manusia, namun kadang-kadang dapat terjadi. Oleh karena itu, peternak dan dokter hewan disarankan memakai masker saat menangani hewan sakit. Faktor resiko yang berkontribusi dalam transmisi babi ke manusia adalah merokok dan tidak menggunakan sarung tangan saat menangani hewan sakit (Ramirez, et al., 2006).
2.9.3 Pencegahan transmisi antarmanusia
Influenza menyebar antarmanusia melalui batuk atau bersin dan sentuhan. Flu babi tidak dapat menyebar melalui produk babi karena virus tidak ditransmisikan melalui makanan. Flu babi pada manusia sangat infeksius selama 5 hari pertama, walaupun pada beberapa orang, khususnya anak-anak, dapat tetap infeksius sampai 10 hari (Centers for Disease Control and Prevention, 2009k). Diagnosis dapat dibuat dengan mengirimkan spesimen yang dikumpulkan pada 5 hari pertama untuk dianalisis (Centers for Disease Control and Prevention, 2009j).
Rekomendasi untuk mencegah penyebaran virus antarmanusia menggunakan metode standar untuk mengontrol influenza. Di antaranya yaitu sering mencuci tangan dengan sabun dan air atau dengan cairan antiseptik yang mengandung alkohol (Centers for Disease Control and Prevention, 2009a). Rantai transmisi juga dapat dikurangi dengan mendesinfeksi permukaan peralatan rumah tangga dengan larutan yang mengandung klorin (Water Quality and Health Council, 2009). Walaupun vaksin yang sudah ada tidak dapat memberikan proteksi terhadap flu babi, vaksin terhadap strain baru tersebut sedang dalam perkembangan (Centers for Disease Control and Prevention, 2009l; Petty, 2009).
Orang yang mengalami flu-like syndrome seperti demam mendadak, batuk, atau myalgia harus menghindari tempat-tempat umum dan memeriksakan diri ke dokter. Karena cepatnya perjalanan penyakit flu babi, dalam hal ini pencegahan primer lebih diutamakan.
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Sifat Penulisan
Karya tulis ilmiah ini bersifat kajian pustaka yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran dan keparahan penyakit flu babi.
3.2 Metode Perumusan Masalah
Perumusan masalah disusun berdasarkan cepatnya penyebaran penyakit dan tingginya fatality rate flu babi. Ruang lingkup permasalahan terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran dan keparahan penyakit flu babi.
3.3 Kerangka Berpikir
3.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode studi pustaka (literature review) berdasarkan permasalahn baik informasi digital maupun non digital dari sumber pustaka sebagai berikut:
1. Jurnal-jurnal kesehatan
2. Buku ajar atau referensi pustaka
3. Informasi internet
3.5 Metode Analisis dan Pemecahan Masalah
Metode analisis data pustaka dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu:
1. Metode eksposisi, yaitu dengan memaparkan data dan fakta yang ada dan mencari korelasi antara data tersebut.
2. Metode analitif, yaitu melalui proses analisis data atau informasi dengan memberikan argumentasi melalui berpikir logis kemudian diambil suatu kesimpulan.
3.6 Sistematika Penulisan
Karya tulis ini disusun berdasarkan kaidah karya tulis yang telah ditetapkan, yaitu sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab III Metode Penulisan
Bab IV Pembahasan
Bab V Kesimpulan dan Saran
BAB IV
PEMBAHASAN
Flu babi adalah penyakit saluran napas pada babi, disebabkan oleh virus influenza A yang sering menimbulkan wabah pada babi. Virus ini menyebabkan penyakit yang parah dan angka kematian yang rendah pada babi. Transmisinya dapat berlangsung sepanjang tahun, namun wabah terjadi akhir musim gugur dan musim dingin (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Seperti semua virus influenza, virus flu babi dapat berubah secara konstan. Babi dapat terinfeksi virus flu babi, burung, dan manusia. Ketika virus dari beberapa spesies menginfeksi babi, virus-virus tersebut dapat mengalami pertukaran gen yang membentuk strain baru (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Flu babi normalnya tidak menginfeksi manusia. Namun infeksi sporadik pada manusia dapat terjadi, terutama melalui kontak langsung dengan babi (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Menurut CDC, belum jelas seberapa serius virus flu babi dibandingkan dengen virus influenza lainnya. Sebagian besar kasus flu babi di dunia sejauh ini relatif ringan dibandingkan dengan flu musiman. Namun karena merupakan virus baru, sebagian besar orang tidak memiliki imunitas terhadapnya, dan penyakitnya dapat menjadi parah dan penyebarannya makin meluas. Flu babi menyebar melalu udara saat batuk, bersin, sentuhan. Penyakit ini tidak dapat ditransmisikan dengan mengonsumsi daging babi atau kontak dekat dengan babi (WHO, 2009).
Virus flu babi merupakan strain baru virus influenza, yang mana manusia belum memiliki imunitas terhadapnya. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa beberapa protein virus mirip dengan strain yang menimbulkan gejala ringan pada manusia (WHO, 2009). Departemen Kesehatan AS menyatakan bahwa virus flu babi yang menginfeksi 8 orang di AS cocok dengan sampel virus yang membunuh 68 orangg di Meksiko (Landau, 2009).
Virus flu babi sangat tidak stabil, dapat mengkombinasikan materi genetiknya bila terpapar pada virus lain. Para ahli khawatir akan terjadinya hibrid antara virus H5N1 yang berbahaya, dengan angka kematian 60-70%, dengan H1N1 yang sangat infeksius (WHO, 2009).
WHO menyatakan perlunya monitoring ketat virus flu babi di belahan bumi selatan karena virus tersebut dapat berkombinasi dengan virus flu musiman biasa dan berubah dengan cara yang tidak dapat diprediksi (WHO, 2009)
Terdapat dugaan bahwa virus flu babi dapat bermutasi lagi dalam beberapa bulan, menghasilkan wabah flu yang baru, lebih berbahaya, dan vaksin tidak efektif untuk mencegah penyebarannya (WHO, 2009).
WHO memberikan flu babi Pandemic Alert Level 5 yang menyatakan derajat penyebaran virus pada manusia, dan menggunakaan Pandemic Severity Index, yang memprediksikan jumlah kasus fatal jika 30% populasi manusia terinfeksi (WHO, 2009). Virus flu babi dapat menyebar jauh dan terus berlangsung selama musim panas. Panas dan kelembapan pada musim panas kurang kondusif untuk penyebaran virus influenza, namun bukan berarti penyebaran tidak bisa berlangsung (Centers for Disease Control and Prevention, 2009g).
Pasien flu babi di Amerika Serikat berusia 8 sampai 81 tahun, 64% kasus terjadi di bawah 18 tahun. Masa inkubasi flu babi adalah 2-7 hari. Sebagian besar kasus berasal dari sekolah, di mana beberapa muridnya pernah pergi ke Meksiko, yang merupakan sumber wabah, selama liburan musim semi (Centers for Disease Control and Prevention, 2009). Oleh karena itu, usaha membatasi penyebaran flu babi perlu disertai dengan meningkatkan higienitas pada anak-anak sekolah, yang merupakan sumber penularan terbesar (Kahn, 2009b).
CDC menyatakan bahwa wabah flu babi di Meksiko mulai menurun di beberapa kota. Sementara itu, Amerika Serikat dan Negara lainnya mengalami peningkatan kasus yang tidak berhubungan dengan perjalanan ke Meksiko. Pada akhirnya, resiko keparahan penyakit flu babi tampak lebih rendah dibandingkan dengan dugaan awal (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Hal terpenting yang belum diketahui adalah keparahan, walaupun bukti-bukti menunjukkan bahwa flu babi tidak lebih buruk dari pada flu musiman. Selain itu, derajat virulensi virus dan cara penyebarannya juga belum diketahui secara pasti. Namun, potensi pandemi dipengaruhi oleh infection rate, bukan keparahan penyakit atau jumlah kematian. Tidak semua pandemi parah. Keparahan tidak tergantung pada jumlah orang yang terinfeksi, tetapi fatality ratio. Kematian terkait flu babi banyak terjadi pada individu yang memiliki penyulit (underlying health problem) (Dumyati, 2009).
Sebagian besar kasus fatal dan kematian di Meksiko berasal dari kelompok dewasa muda yang sehat. WHO mengestimasi case fatality ratio di Meksiko sampai pertengahan April sebesar 0.4% (WHO, 2009).
Pasien dengan resiko komplikasi serius adalah orang di atas 65 tahun, anak di bawah 5 tahun, wanita hamil, pasien dengan kondisi medis kronis, dan imunosupresi (WHO, 2009). Secara umum, semua jenis influenza dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar pada pasien dengan gagal jantung atau penyakit kardiovaskular lainnya. Seperti flu musiman, flu babi menyebabkan perburukan penyakit dasar kronis (Centers for Disease Control and Prevention, 2009). Wabah flu babi cukup menjadi ancaman bagi penderita kanker. Hal ini disebabkan pengobatan kanker tertentu, seperti kemoterapi, dapat melemahkan sistem imun dan mempersulit tubuh dalam melawan infeksi (American Cancer Society Inc., 2009). Pasien HIV, terutama dengan CD4 rendah atau AIDS, dapat mengalami komplikasi flu musiman yang lebih parah. Terdapat kemungkinan orang tersebut juga memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap komplikasi flu babi (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Walaupun sebagian besar kasus flu babi tidak lebih buruk dari flu musiman, angka kematian flu babi sedikit lebih tinggi daripada flu musiman. Di samping itu, tidak seperti flu biasa yang banyak menyerang anak-anak dan lansia, flu babi terutama menyerang anak-anak, remaja, dan dewasa muda, dengan angka rawat inap lebih banyak pada usia yang lebih muda (Centers for Disease Control and Prevention, 2009g). Penyebab kasus yang lebih parah terjadi pada usia muda masih belum jelas. Diduga hal ini disebabkan kelompok usia muda lebih mudah terkena penyakit, sedangkan pada kelompok usia yang lebih tua sudah memiliki imunitas alami (Centers for Disease Control and Prevention, 2009n).
Hasil penelitian pada orang dewasa menyatakan bahwa terdapat pre-existing immunity terhadap strain flu babi, terutama pada usia di atas 60 tahun. Hal ini diperkirakan karena orang dewasa sudah pernah terinfeksi atau mendapatkan vaksin terhadap strain yang mirip dengan flu babi. Fenomena ini cukup ganjil karena analisis genetik menunjukkan bahwa virus flu babi sangat berbeda dengan virus H1N1 lainnya. Peneliti memperkirakan adanya aspek virus flu yang dikenali oleh respon imun manusia yang tidak terdapat di dalam gen. Namun, sebuah penelitian menyatakan bahwa uji yang dilakukan tidak dapat menunjukkan apakah imunitas yang terdapat dalam sampel darah cukup untuk memberikan proteksi terhadap infeksi oleh strain baru (Fox, 2009).
Diagnosis flu babi tidak mudah dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mengkonfirmasi kasus tersebut benar-benar disebabkan oleh virus flu babi. Walaupun diagnosis flu musiman relatif mudah, menggunakan teknik yang sama untuk H1N1 jauh lebih sulit (Kahn, 2009c).
Salah satu cara mengkonfirmasi flu babi adalah membiakkan virus di laboratorium dan kemudian membuat sequencing materi genetiknya. Selain itu, dapat digunakan teknik PCR untuk mengamplifikasi gen sehingga dapat dibandingkan sampel yang diperoleh dari pasien dengan materi genetik virus flu babi (Kahn, 2009c).
Masalah yang timbul adalah tenggang waktu antara pengambilan sampel oleh tenaga kesehatan di rumah sakit dan pengiriman sampel ke laboratorium yang sering memakan waktu cukup lama. Kemudian peneliti perlu memurnikan sampel untuk menghilangkan senyawa alami yang dapat mempengaruhi pembacaan hasil. Hal ini juga memrlukan waktu cukup lama. Alat PCR sendiri hanya memerlukan waktu beberapa jam untuk membandingkan susunan genetik sampel dengan virus flu babi (Kahn, 2009c).
Tantangan bagi peneliti adalah mendesain uji yang dapat digunakan di lapangan sehingga dapat digunakan untuk screening. Hal ini masih belum bisa dilakukan akibat keterbatasan teknologi (Kahn, 2009c).
Penggunaan obat antivirus seperti Tamiflu dan Relenza dapat meperpendek durasi sakit. Namun, luasnya wabah memberikan resiko tidak cukupnya persediaan antivirus. Dalam hal ini, golongan yang memiliki resiko tertinggi harus diprioritaskan. Jadi, antivirus tidak digunakan untuk pasien yang penyakitnya ringan atau sedang, tetapi pada kasus yang mengancam nyawa (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Strain H3N2 mengalami resistansi terhadap Tamiflu sebesar 0.4% pada dewasa dan 5.5% pada anak-anak. Strain yang resistan umumnya lebih sulit ditransmisikan. Pada virus flu babi belum dapat diperkirakan level resistansi yang mungkin terjadi (WHO, 2009).
Produk-produk yang dijual ke publik untuk diagnosa, pencegahan, dan pengobatan flu babi tidak terbukti aman dan efektif. Sebagian besar produk ini dijual melalui situs gelap di internet. Operator situs ini mencari keuntungan dari kepedulian masyarakat tentang flu babi dan kesehatan diri dan keluarganya. Produk-produk ini dapat berupa suplemen makanan, obat-obatan, peralatan, dan vaksin. Produk-produk ini tidak dapat mencegah transmisi atau mengobati flu babi (Kelly, 2009).
Sementara itu, biaya produksi vaksin besar-besaran juga menjadi masalah karena efektivitasnya masih dipertanyakan (WHO, 2009). Virus H1N1 telah lama bersirkulasi antara manusia dan babi serta mengalami berbagai mutasi dan shift. Karena itu, vaksin flu musiman perlu direformulasi setiap tahun (Fox, 2009). Hasil penelitian menunjukkan Vaksin flu yang sudah ada tidak dapat menghentikan penyebaran virus, namun orang yang sudah mendapat vaksinasi hanya mengalami gejala yang ringan. Virus flu babi hanya sebagian berhubungan dengan strain manusia sehingga vaksin yang sudah ada tidak efektif dalam menghasilkan antibodi untuk proteksi. Namun demikian, interaksi vaksin dengan leukosit mampu mengurangi durasi infeksi dan keparahan gejala (Kahn, 2009a).
Selain itu, vaksin flu memerlukan waktu berbulan-bulan untuk persiapan penggunaannya oleh masyarakat (Centers for Disease Control and Prevention, 2009). Sebelum vaksin diberikan, masih diperlukan rangkaian penelitian untuk mengetahui berapa banyak antigen yang diperlukan untuk membuat vaksin yang mampu menstimulasi proteksi. Dosis vaksin yang diperlukan kelompok usia satu dan lainnya juga berbeda (Centers for Disease Control and Prevention, 2009n).
Masalah lainnya adalah sebagian besar orang tidak mendaparkan vaksin flu karena mereka tinggal di negara miskin atau tidak menganggap vaksin sebagai prioritas. Departemen Kesehatan AS merekomendasikan seharusnya vaksinasi meliputi 85% populasi, namun penelitian RAND Corp. menunjukkan hanya sekitar 1/3 populasi yang mendapat vaksin (Kahn, 2009a).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran dan keparahan penyakit flu babi adalah:
a. Flu babi merupakan virus baru sehingga sebagian besar masyarakat belum memiliki imunitas terhadapnya.
b. Kasus yang parah banyak terjadi pada anak-anak dengan sistem imun yang belum sempurna.
c. Mutasi menyebabkan vaksin influenza yang sudah ada tidak mampu memberikan proteksi.
d. Virus flu babi sangat infeksius dan mudah menyebar.
e. Gejala flu babi pada manusia mirip dengan gejala flu biasa sehingga kurang diwaspadai.
5.2 Saran
Informasi mengenai flu babi masih sangat terbatas dikarenakan penyakit ini masih relatif baru. Oleh karena itu, masih diperlukan banyak penelitian untuk mengatasi penyebaran flu babi dan mengembangkan pengetahuan yang sudah ada.
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society Inc. 2009. Swine Flu: What Cancer Patients Need to Know. (Online) (http://www.cancer.org/docroot/SPC/content/SPC_1_Swine_Flu.asp?), diakses 27 Mei 2009.
Anonymous. 2009. "Swine flu: The predictable pandemic?". (Online) (http://www.newscientist.com/article/mg20227063.800-swine-flu-the-predictable-pandemic.html?full=true/), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009a. "CDC - Influenza (Flu) | Swine Influenza (Flu) Investigation". (Online) (http://cdc.gov/swineflu/investigation.htm), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009b. First Swine Flu Death Reported in U.S. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_84607.html), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009c. H1N1 Flu (Swine Flu). (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_83889.html), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009d. Key Facts About Swine Influenza. (Online) (http://www.cdc.gov/h1n1flu/key_facts.htm), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009e. Novel H1N1 Flu and Severe Cases of Respiratory Illness in Mexico Travelers' Health. (Online) (http://wwwn.cdc.gov/travel/content/travel-health-precaution/novel-h1n1-flu-mexico.aspx), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009f. Swine Flu: A Primer. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_83622.html), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009g. Swine Flu Fatality Rate a 'Little Bit' Higher Than That of Seasonal Flu. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_83691.html), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009h. Swine Flu update for people with heart disease. (Online) (http://americanheart.mediaroom.com/index.php?s=43&item=729), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009i. Swine Flu Vaccine Still Months Away. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_83691.html), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009j. "Q & A: Key facts about swine influenza (swine flu) – Diagnosis". (Online) (http://www.cdc.gov/swineflu/key_facts.htm), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009k. "Q & A: Key facts about swine influenza (swine flu) – Spread of Swine Flu". (Online) (http://www.cdc.gov/swineflu/key_facts.htm), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009l. "Q & A: Key facts about swine influenza (swine flu) – Virus Strains". (Online) (http://www.cdc.gov/swineflu/key_facts.htm), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009m. What Adults with HIV Infection Should Know About the Novel H1N1 Flu (formerly called swine flu). (Online) (http://www.cdc.gov/h1n1flu/hiv_flu.htm), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009n. Younger Age of More Severe Swine Flu Cases Worries Experts. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_83464.html), diakses 27 Mei 2009.
Dumyati, G., Dickinson, G., Perrotta, D.M. 2009. Study Supports Swine Flu's Pandemic Potential. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_83573.html), diakses 27 Mei 2009.
Fauci, A.S., Kasper, D.L., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J.L., Loscalzo, J. 2008. Harrison's Principles Of Internal Medicine. Seventeenth Edition. USA: Mc Graw-Hill Companies Inc.
Fox, M.2009. Regular flu vaccine little help against new strain. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_84108.html), diakses 27 Mei 2009.
Kahn, M. 2009a. Current vaccines will not stop swine flu: experts. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_84707.html), diakses 27 Mei 2009.
Kahn, M. 2009b. Focus on children best way to stop flu bugs: study. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_84394.html), diakses 27 Mei 2009.
Kahn, M. 2009c. Testing for swine flu no easy feat, expert says. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_83530.html), diakses 27 Mei 2009.
Kelly, C. 2009. FDA, FTC Warn Public of Fraudulent 2009 H1N1 Influenza Products. (Online) (http://www.fda.gov/bbs/topics/NEWS/2009/NEW02008.html), diakses 27 Mei 2009.
Kothalawala, H., Toussaint, M.J., Gruys, E. 2006. "An overview of swine influenza". Vet Q 28 (2): 46–53. (Online) (http://en.wikipedia.org/wiki/Swine_influenza), diakses 27 Mei 2009.
Landau, E. 2009. CDC: Swine flu viruses in U.S. and Mexico match. (Online) (http://www.cnn.com/2009/HEALTH/04/24/swine.flu/), diakses 27 Mei 2009.
MedicineNet, Inc. 2009. Swine Flu. (Online) (http://www.medicinenet.com/swine_flu/article.htm), diakses 27 Mei 2009.
National Hog Farmer. 2007. "Swine flu virus turns endemic". (Online) (http://nationalhogfarmer.com/mag/swine_flu_virus_endemic/), diakses 27 Mei 2009.
Petty, L. 2009."Swine Flu Vaccine Could Be Ready in 6 Weeks". NBC Connecticut. (Online) (http://www.nbcconnecticut.com/news/local/CT-Company-Making-Swine-Flu-Vaccine.html), diakses 27 Mei 2009.
Ramirez, A., Capuano, A.W., Wellman, D.A., Lesher, K.A., Setterquist, S.F., Gray, G.C. 2006. "Preventing zoonotic influenza virus infection". Emerging Infect. Dis. 12 (6): 996–1000. PMID 16707061. PMC: 1673213. (Online) (http://www.cdc.gov/ncidod/eid/vol12no06/05-1576.htm), diakses 27 Mei 2009.
The Merck Veterinary Manual. 2008. Swine influenza. (Online) (http://www.merckvetmanual.com/mvm/index.jsp?cfile=htm/bc/121407.htm), diakses 27 Mei 2009.
The Patient Education Institute Inc. 2009. H1N1 Flu (Swine Flu). (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/tutorials/h1n1flu/id589101.pdf), diakses 27 Mei 2009.
Water Quality and Health Council. 2009."Chlorine Bleach: Helping to Manage the Flu Risk". (Online) (http://www.waterandhealth.org/newsletter/new/winter_2005/chlorine_bleach.html), diakses 27 Mei 2009.
WHO. 2009. 2009 Swine Flu Outbreak. (Online) (http://en.wikipedia.org/wiki/2009_swine_flu_outbreak), diakses 27 Mei 2009.
FLU BABI
Oleh
Dewi Sri Wulandari
NIM 0610710031
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2009
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Daftar Isi ii
Daftar Gambar iii
Bab I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2
Bab II Tinjauan Pustaka 3
2.1 Definisi 3
2.2 Epidemiologi 3
2.3 Etiologi 4
2.4 Patogenesis 5
2.5 Gejala Klinis 5
2.6 Diagnosis 6
2.7 Terapi 7
2.8 Prognosis 8
2.9 Pencegahan 8
Bab III Metode Penulisan 10
3.1 Sifat Penulisan 10
3.2 Metode Perumusan Masalah 10
3.3 Kerangka Berpikir 10
3.4 Metode Pengumpulan Data 10
3.5 Metode Analisis dan Pemecahan Masalah 10
3.6 Sistematika Penulisan 11
Bab IV Pembahasan 12
Bab V Penutup 17
5.1 Kesimpulan 17
5.2 Saran 17
Daftar Pustaka 18
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta epidemiologi kasus confirmed flu babi (WHO, 2009). 3
Gambar 2.2 Virus Flu Babi (Centers for Disease Control and Prevention, 2009). 4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 2009 terjadi wabah virus influenza A subtipe H1N1 yang disebabkan oleh strain baru yang disebut flu babi. WHO melaporkan sekitar 1500 kasus flu babi terjadi di 22 negara, dengan kasus terbanyak di Meksiko, Amerika Serikat, Kanada, Spanyol, dan Inggris (Centers for Disease Control and Prevention, 2009n). Sumber wabah tersebut masih belum diketahui. Namun demikian, kasus yang pertama kali ditemukan di Amerika Serikat dan Meksiko ini prevalensinya makin meningkat dengan fatality rate yang cukup tinggi (Centers for Disease Control and Prevention, 2009g).
Flu babi adalah nama virus yang umumnya menyerang babi. Manusia normalnya tidak mengalami flu babi, namun infeksi pada manusia juga dapat terjadi. Flu babi terutama menyerang anak-anak dan lanjut usia. Kasus yang parah banyak terjadi pada anak-anak. Diduga penyebabnya adalah pada anak-anak imunitas tubuh belum terbentuk dengan baik. Di samping itu, terjadinya mutasi pada virus influenza menghasilkan strain baru sehingga vaksin influenza yang sudah ada tidak mampu memberikan proteksi. Kasus kematian pertama akibat flu babi yang dilaporkan di Amerika Serikat menimpa seorang anak berusia 23 bulan (Centers for Disease Control and Prevention, 2009n).
Flu babi berpotensi menimbulkan pandemi. Hal ini disebabkan virus flu babi sangat infeksius dan mudah menyebar dari manusia satu ke manusia lain. Selain itu, gejala flu babi pada manusia mirip dengan gejala flu biasa, misalnya demam, batuk, nyeri tenggorokan, myalgia, nyeri kepala, menggigil, dan malaise (Dumyati, et al., 2009).
Uraian di atas menunjukkan bahwa seluruh dunia perlu waspada terhadap flu babi. Perjalanan penyakitnya yang sangat cepat dan fatality rate yang cukup tinggi menyebabkan pentingnya tindakan pencegahan primer. Oleh karena itu, dibuatlah makalah ini untuk memberikan informasi yang diperlukan dalam pencegahan flu babi.
1.2 Rumusan Masalah
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyebaran dan keparahan penyakit flu babi?
1.3 Tujuan
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran dan keparahan penyakit flu babi.
1.4 Manfaat
Memaparkan informasi yang diperlukan dalam pencegahan flu babi, baik primer, sekunder, maupun tersier.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Flu babi merupakan penyakit influenza yang disebabkan oleh beberapa strain virus influenza yang biasanya menginfeksi babi (Centers for Disease Control and Prevention, 2009c).
2.2 Epidemiologi
Epidemi flu babi memiliki potensi menjadi pandemi. WHO meningkatkan level kewaspadaan pandemi global untuk flu babi ke fase 5 dari 6 fase yang ada, yaitu pandemi ”imminant” (Dumyati, et al., 2009).
Keterangan:
500+ kasus
50+ kasus
5+ kasus
1+ kasus
Gambar 2.1. Peta epidemiologi kasus confirmed flu babi (WHO, 2009).
Sebuah laporan CDC menunjukkan bahwa jumlah sebenarnya kasus, yang sebagian besar tidak tercatat, infeksi flu babi di Meksiko yang merupakan episentrum wabah diperkirakan telah mencapai 32.000 kasus pada akhir April. WHO menyatakan bahwa Meksiko saat ini memiliki 1.626 kasus confirmed (Dumyati, et al., 2009).
Situasi yang sama terjadi di Amerika Serikat. Dalam konferensi CDC dinyatakan bahwa 2.618 kasus confirmed di Amerika Serikat hanya meliputi sebagian kecil dari infeksi aktual yang terjadi. Sebagian besar orang yang sakit tidak mencari pengobatan dan tidak melakukan tes untuk mengetahui strain virus flunya (Dumyati, et al., 2009).
2.3 Etiologi
Flu babi disebabkan oleh virus influenza A subtipe H1N1, H1N2, H3N1, H3N2, dan H2N3. Virus influenza A termasuk famili Orthomyxoviridae. Virionnya berbentuk partikel sferis yang irregular, berdiameter 80–120 nm, dan memiliki lipid envelope dengan penonjolan glikoprotein H dan N. Hemagglutinin adalah tempat virus melekat pada reseptor asam sialic, sedangkan neuraminidase mendegradasi reseptor dan berperan dalam pelepasan virus dari sel yang terinfeksi setelah replikasi (Fauci, et al., 2008).
Gambar 2.2. Virus Flu Babi (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Virus influenza memasuki sel dengan cara endositosis yang dimediasi reseptor, membentuk endosom yang mengandung virus. Hemagglutinin memediasi fusi membran endosom envelope virus, dan menyebabkan lepasnya nucleocapsid virus ke sitoplasma. Respon imun terhadap antigen H merupakan determinan utama proteksi terhadap virus influenza, sementara antigen N membatasi penyebaran dan berkontribusi dalam reduksi infeksi (Fauci, et al., 2008).
Lipid envelope virus influenza A juga mengandung protein M1 dan M2, yang berperan dalam stabilisasi lipid envelope dan fusi virus. Virionnya juga mengandung antigen NP, yang berasosiasi dengan genom virus, serta 3 protein polymerase yang penting untuk transkripsi dan sintesis RNA virus. Dua protein nonstructural berfungsi sebagai antagonis interferon dan regulator posttranslasi, serta nuclear export factor (Fauci, et al., 2008).
Genom virus influenza A mengandung 8 segmen RNA rantai tunggal, yang mengkode protein struktural dan nonstruktural. Karena genomnya bersegmen, kemungkinan terjadinya mutasi selama infeksi sangat tinggi (Fauci, et al., 2008).
Virus influenza A sering menimbulkan wabah karena cenderung mengalami variasi antigen secara periodik. Variasi antigen mayor, yang disebut antigenic shift, berperan dalam menimbulkan pandemi. Variasi minor disebut antigenic drift. Variasi antigen ini dapat melibatkan hemagglutinin saja atau hemagglutinin dan neuraminidase (Fauci, et al., 2008).
2.4 Patogenesis
Peristiwa awal yang terjadi adalah infeksi epitel respirasi oleh virus influenza yang berasal dari sekresi respirasi individu yang mengalami infeksi akut. Awalnya infeksi virus hanya mengenai sel epitel kolumnar bersilia, namun dapat meliputi sel saluran respirasi lainnya,misalnya sel alveolar, sel kelenjar mucus, dan makrofag. Dalam sel yang terinfeksi, virus bereplikasi dalam 4-6 jam, kemudian virus yang infeksius dilepaskan untuk menginfeksi sel-sel lain di sekitarnya (Fauci, et al., 2008).
Studi histopatologis menunjukkan perubahan degeneratif, termasuk granulasi, vakuolisasi, pembengkakan, dan piknosis nucleus pada sel bersilia yang terinfeksi. Sel-sel ini dapat mengalami nekrosis dan deskuamasi. Pada beberapa area, epitel kolumnar mengalami metaplasi menjadi epitel pipih. Keparahan penyakit berhubungan dengan jumlah virus yang dikeluarkan dari sekresi respirasi. Jadi, derajat replikasi virus merupakan faktor penting dalam patogenesis. Gejala sistemik dalam influenza berkaitan dengan induksi sitokin tertentu, terutama TNF, interferon, IL-6, dan IL-8 pada sekresi respirasi dan aliran darah (Fauci, et al., 2008).
Respon tubuh terhadap infeksi influenza melibatkan antibodi humoral, antibodi lokal, cell-mediated immunity, interferon, dan pertahanan tubuh lainya. Antibodi sekretori yang diproduksi saluran respirasi terutama berupa IgA dan berperan penting dalam proteksi terhadap infeksi. Berbagai respon cell-mediated immunity antara lain proliferasi sel T, aktivasi CTL dan sel NK. Interferon dapat dideteksi di secret respirasi setelah terjadi pelepasan virus, dan peningkatan kadar interferon berhubungan dengan penurunan pelepasan virus (Fauci, et al., 2008).
2.5 Gejala klinis
2.5.1 Pada babi
Pada babi infeksi influenza memberikan gejala demam, lethargy, bersin, batuk, kesulitan bernapas, dan penurunan napsu makan. Pada beberapa kasus infeksi dapat menyebabkan aborsi. Walaupun mortalitas biasanya rendah (sekitar 1-4%), virus ini dapat menyebabkan penurunan berat badan dan gangguan pertumbuhan, menyebabkan kerugian ekonomi pada petani. Babi yang terinfeksi dapat kehilangan berat badan sebesar 6 kg dalam 3-4 minggu (Kothalawala, et al., 2006).
2.5.2 Pada manusia
Gejala flu babi paling banyak sama dengan gejala flu biasa pada manusia, yaitu demam, batuk, sakit tenggorokan, myalgia, menggigil, dan fatigue. Beberapa pasien mengalami diare dan muntah akibat infeksi flu babi. Pasien dengan penyakit kronis seperti asma, diabetes, penyakit jantung, dan lain-lain yang terinfeksi flu babi mengalami pemburukan kondisi medisnya (The Patient Education Institute Inc., 2009).
Tanda-tanda kegawatan yang memerlukan perhatian medis antara lain sebagai berikut (The Patient Education Institute Inc., 2009).
1) Pada anak-anak:
a) Takipnea atau gangguan bernapas
b) Sianosis
c) Kurangnya hidrasi
d) Demam tinggi atau berkepanjangan
2) Pada dewasa:
a) Kesulitan bernapas atau napas pendek
b) Nyeri pada dada atau abdomen
c) Nyeri kepala mendadak
d) Near-fainting atau fainting
e) Konfusio
f) Muntah yang parah atau persisten
g) Demam tinggi atau berkepanjangan
2.6 Diagnosis
Flu babi didiagnosis presumtif secara klinis dengan anamnesa pasien mengenai riwayat kontak dengan orang yang terinfeksi dan timbulnya gejala-gejala klinis. Biasanya tes cepat, misalnya sample swab nasofaring, dilakukan untuk melihat apakah pasien terinfeksi virus influenza A atau B. Hasilnya dapat negatif apabila tidak ada infeksi flu, atau positif untuk tipe A dan B. Apabila hasilnya positif untuk tipe B, flu tersebut bukan merupakan flu babi (H1N1). Apabila positif untuk tipe A, orang tersebut mungkin terkena flu biasa atau flu babi (H1N1) (MedicineNet, Inc., 2009).
Flu babi didiagnosis definitif dengan mengidentifikasi antigen tertentu sehubungan dengan tipe virus. Secara umum, tes ini dilakukan di laboratorium khusus dan tidak dilakukan oleh banyak praktek dokter atau laboratorium rumah sakit. Namun demikian praktek dokter dapat mengirim specimen ke laboratorium khusus apabila diperlukan (MedicineNet, Inc., 2009).
2.7 Terapi
Pasien asimtomatik harus dipisahkan dari orang lain di ruang tersendiri. Apabila pasien tersebut perlu berpindah ke bagian lain dari rumah, mereka harus memakai masker. Pasien dianjurkan untuk sering mencuci tangan dan mengikuti praktek hygiene respirasi. Peralatan makan yang digunakan oleh pasien harus dicuci dengan sabun dan air sebelum digunakan oleh orang lain (MedicineNet, Inc., 2009).
Terapi antivirus empiris direkomendasikan untuk setiap orang sakit yang dicurigai terkena infeksi flu babi. Terapi antivirus dengan zanamivir saja atau dengan kombinasi oseltamivir dan amantadin atau rimantadin harus segera dimulai setelah onset gejala. Durasi terapi yang direkomendasikan adalah 5 hari. Dosis dan jadwal pemberian antivirus untuk flu babi sama dengan influenza musiman (MedicineNet, Inc., 2009).
Untuk kasus confirmed flu babi dapat diberikan oseltamivir (Tamiflu) atau zanamivir (Relenza). Durasi terapi yang direkomendasikan adalah 5 hari. Antivirus ini juga diberikan untuk kasus di mana hasil tes positif untuk influenza A tetapi negatif untuk virus influenza musiman H3 dan H1 dengan PCR (MedicineNet, Inc., 2009).
Oseltamivir, zanamivir, amantadine dan rimantadin adalah obat kategori C sehubungan dengan kehamilan, menunjukkan bahwa belum ada penelitian klinis untuk mengetahui keamanan obat ini dalam kehamilan. Namun demikian, pemberian amantadin dan rimantadine dosis tinggi pada hewan bersifat teratogenik dan embriotoksik. Oleh karena itu, obat ini boleh digunakan pada kehamilan hanya apabila keuntungan yang diperoleh sebanding dengan resiko pada fetus (MedicineNet, Inc., 2009).
Oseltamivir atau zanamivir juga dapat digunakan sebagai kemoprofilaksis untuk infeksi flu babi. Durasi kemoprofilaksis adalah 7 hari setelah pemaparan pada kasus confirmed flu babi. Kemoprofilaksis antivirus direkomendasikan untuk (MedicineNet, Inc., 2009):
a. Orang yang kontak dekat dengan kasus confirmed atau suspected
b. Anak sekolah yang beresiko tinggi mengalami komplikasi jika terkena influenza melalui kontak dengan kasus confirmed atau suspected
c. Wisatawan yang pergi ke Meksiko
d. Pekerja di daerah perbatasan/pinggiran Meksiko
e. Tenaga kesehatan
2.8 Prognosis
Secara umum, 80-90% pasien yang menderita flu babi merasakan gejala yang parah, namun sembuh tanpa komplikasi, seperti pada pasien-pasien di Meksiko dan Amerika Serikat. Namun, pasien dewasa muda di Meksiko memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya. Pasien immunocompromised juga memiliki outcome yang lebih buruk dengan angka mortalitas yang tinggi (MedicineNet, Inc., 2009).
Masalah yang berkaitan dengan prognosis masih belum jelas. Faktor confounding yang mempengaruhi prognosis flu babi adalah penyakit ini mewabah pada akhir musim flu pada umumnya. Karena flu babi adalah virus baru dan tidak mengikuti pola flu biasa, prognosisnya sangat spekulatif (MedicineNet, Inc., 2009).
2.9 Pencegahan
2.9.1 Pencegahan pada babi
Metode untuk mencegah penyebaran influenza pada babi meliputi manajemen fasilitas, manajemen ternak, dan vaksinasi. Kontrol flu babi dengan vaksinasi menjadi sulit karena terjadi evolusi virus yang menyebabkan respon inkonsisten terhadap vaksin tradisional (National Hog Farmer, 2007). Departemen Agrikultur Amerika Serikat menyatakan bahwa vaksin hanya mencegah babi menjadi sakit, namun tidak mencegah infeksi dan penyebaran virus (Anonymous, 2009).
Manajemen fasilitas meliputi penggunaan desinfektan dan mengatur temperatur untuk mengontrol virus di lingkungan. Virus tidak dapat hidup di luar sel lebih dari 2 minggu, kecuali pada kondisi dingin, dan diinaktivasi oleh desinfektan. Manajemen ternak dilakukan dengan tidak mencaampurkan babi yang terkena influenza pada kelompok yang belum pernah terpapar virus. Virus dapat bertahan hidup pada babi karier sehat selama 3 bulan. Babi karier mampu menyebarkan virus pada kelompok lain dan akhirnya menimbulkan wabah (The Merck Veterinary Manual, 2008).
2.9.2 Pencegahan transmisi dari babi ke manusia
Transmisi dari babi ke manusia terjadi di perternakan babi di mana peternak mengalami kontak dekat dengan babi. Walaupun strain flu babi tidak umum menginfeksi manusia, namun kadang-kadang dapat terjadi. Oleh karena itu, peternak dan dokter hewan disarankan memakai masker saat menangani hewan sakit. Faktor resiko yang berkontribusi dalam transmisi babi ke manusia adalah merokok dan tidak menggunakan sarung tangan saat menangani hewan sakit (Ramirez, et al., 2006).
2.9.3 Pencegahan transmisi antarmanusia
Influenza menyebar antarmanusia melalui batuk atau bersin dan sentuhan. Flu babi tidak dapat menyebar melalui produk babi karena virus tidak ditransmisikan melalui makanan. Flu babi pada manusia sangat infeksius selama 5 hari pertama, walaupun pada beberapa orang, khususnya anak-anak, dapat tetap infeksius sampai 10 hari (Centers for Disease Control and Prevention, 2009k). Diagnosis dapat dibuat dengan mengirimkan spesimen yang dikumpulkan pada 5 hari pertama untuk dianalisis (Centers for Disease Control and Prevention, 2009j).
Rekomendasi untuk mencegah penyebaran virus antarmanusia menggunakan metode standar untuk mengontrol influenza. Di antaranya yaitu sering mencuci tangan dengan sabun dan air atau dengan cairan antiseptik yang mengandung alkohol (Centers for Disease Control and Prevention, 2009a). Rantai transmisi juga dapat dikurangi dengan mendesinfeksi permukaan peralatan rumah tangga dengan larutan yang mengandung klorin (Water Quality and Health Council, 2009). Walaupun vaksin yang sudah ada tidak dapat memberikan proteksi terhadap flu babi, vaksin terhadap strain baru tersebut sedang dalam perkembangan (Centers for Disease Control and Prevention, 2009l; Petty, 2009).
Orang yang mengalami flu-like syndrome seperti demam mendadak, batuk, atau myalgia harus menghindari tempat-tempat umum dan memeriksakan diri ke dokter. Karena cepatnya perjalanan penyakit flu babi, dalam hal ini pencegahan primer lebih diutamakan.
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Sifat Penulisan
Karya tulis ilmiah ini bersifat kajian pustaka yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran dan keparahan penyakit flu babi.
3.2 Metode Perumusan Masalah
Perumusan masalah disusun berdasarkan cepatnya penyebaran penyakit dan tingginya fatality rate flu babi. Ruang lingkup permasalahan terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran dan keparahan penyakit flu babi.
3.3 Kerangka Berpikir
3.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan metode studi pustaka (literature review) berdasarkan permasalahn baik informasi digital maupun non digital dari sumber pustaka sebagai berikut:
1. Jurnal-jurnal kesehatan
2. Buku ajar atau referensi pustaka
3. Informasi internet
3.5 Metode Analisis dan Pemecahan Masalah
Metode analisis data pustaka dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu:
1. Metode eksposisi, yaitu dengan memaparkan data dan fakta yang ada dan mencari korelasi antara data tersebut.
2. Metode analitif, yaitu melalui proses analisis data atau informasi dengan memberikan argumentasi melalui berpikir logis kemudian diambil suatu kesimpulan.
3.6 Sistematika Penulisan
Karya tulis ini disusun berdasarkan kaidah karya tulis yang telah ditetapkan, yaitu sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab III Metode Penulisan
Bab IV Pembahasan
Bab V Kesimpulan dan Saran
BAB IV
PEMBAHASAN
Flu babi adalah penyakit saluran napas pada babi, disebabkan oleh virus influenza A yang sering menimbulkan wabah pada babi. Virus ini menyebabkan penyakit yang parah dan angka kematian yang rendah pada babi. Transmisinya dapat berlangsung sepanjang tahun, namun wabah terjadi akhir musim gugur dan musim dingin (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Seperti semua virus influenza, virus flu babi dapat berubah secara konstan. Babi dapat terinfeksi virus flu babi, burung, dan manusia. Ketika virus dari beberapa spesies menginfeksi babi, virus-virus tersebut dapat mengalami pertukaran gen yang membentuk strain baru (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Flu babi normalnya tidak menginfeksi manusia. Namun infeksi sporadik pada manusia dapat terjadi, terutama melalui kontak langsung dengan babi (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Menurut CDC, belum jelas seberapa serius virus flu babi dibandingkan dengen virus influenza lainnya. Sebagian besar kasus flu babi di dunia sejauh ini relatif ringan dibandingkan dengan flu musiman. Namun karena merupakan virus baru, sebagian besar orang tidak memiliki imunitas terhadapnya, dan penyakitnya dapat menjadi parah dan penyebarannya makin meluas. Flu babi menyebar melalu udara saat batuk, bersin, sentuhan. Penyakit ini tidak dapat ditransmisikan dengan mengonsumsi daging babi atau kontak dekat dengan babi (WHO, 2009).
Virus flu babi merupakan strain baru virus influenza, yang mana manusia belum memiliki imunitas terhadapnya. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa beberapa protein virus mirip dengan strain yang menimbulkan gejala ringan pada manusia (WHO, 2009). Departemen Kesehatan AS menyatakan bahwa virus flu babi yang menginfeksi 8 orang di AS cocok dengan sampel virus yang membunuh 68 orangg di Meksiko (Landau, 2009).
Virus flu babi sangat tidak stabil, dapat mengkombinasikan materi genetiknya bila terpapar pada virus lain. Para ahli khawatir akan terjadinya hibrid antara virus H5N1 yang berbahaya, dengan angka kematian 60-70%, dengan H1N1 yang sangat infeksius (WHO, 2009).
WHO menyatakan perlunya monitoring ketat virus flu babi di belahan bumi selatan karena virus tersebut dapat berkombinasi dengan virus flu musiman biasa dan berubah dengan cara yang tidak dapat diprediksi (WHO, 2009)
Terdapat dugaan bahwa virus flu babi dapat bermutasi lagi dalam beberapa bulan, menghasilkan wabah flu yang baru, lebih berbahaya, dan vaksin tidak efektif untuk mencegah penyebarannya (WHO, 2009).
WHO memberikan flu babi Pandemic Alert Level 5 yang menyatakan derajat penyebaran virus pada manusia, dan menggunakaan Pandemic Severity Index, yang memprediksikan jumlah kasus fatal jika 30% populasi manusia terinfeksi (WHO, 2009). Virus flu babi dapat menyebar jauh dan terus berlangsung selama musim panas. Panas dan kelembapan pada musim panas kurang kondusif untuk penyebaran virus influenza, namun bukan berarti penyebaran tidak bisa berlangsung (Centers for Disease Control and Prevention, 2009g).
Pasien flu babi di Amerika Serikat berusia 8 sampai 81 tahun, 64% kasus terjadi di bawah 18 tahun. Masa inkubasi flu babi adalah 2-7 hari. Sebagian besar kasus berasal dari sekolah, di mana beberapa muridnya pernah pergi ke Meksiko, yang merupakan sumber wabah, selama liburan musim semi (Centers for Disease Control and Prevention, 2009). Oleh karena itu, usaha membatasi penyebaran flu babi perlu disertai dengan meningkatkan higienitas pada anak-anak sekolah, yang merupakan sumber penularan terbesar (Kahn, 2009b).
CDC menyatakan bahwa wabah flu babi di Meksiko mulai menurun di beberapa kota. Sementara itu, Amerika Serikat dan Negara lainnya mengalami peningkatan kasus yang tidak berhubungan dengan perjalanan ke Meksiko. Pada akhirnya, resiko keparahan penyakit flu babi tampak lebih rendah dibandingkan dengan dugaan awal (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Hal terpenting yang belum diketahui adalah keparahan, walaupun bukti-bukti menunjukkan bahwa flu babi tidak lebih buruk dari pada flu musiman. Selain itu, derajat virulensi virus dan cara penyebarannya juga belum diketahui secara pasti. Namun, potensi pandemi dipengaruhi oleh infection rate, bukan keparahan penyakit atau jumlah kematian. Tidak semua pandemi parah. Keparahan tidak tergantung pada jumlah orang yang terinfeksi, tetapi fatality ratio. Kematian terkait flu babi banyak terjadi pada individu yang memiliki penyulit (underlying health problem) (Dumyati, 2009).
Sebagian besar kasus fatal dan kematian di Meksiko berasal dari kelompok dewasa muda yang sehat. WHO mengestimasi case fatality ratio di Meksiko sampai pertengahan April sebesar 0.4% (WHO, 2009).
Pasien dengan resiko komplikasi serius adalah orang di atas 65 tahun, anak di bawah 5 tahun, wanita hamil, pasien dengan kondisi medis kronis, dan imunosupresi (WHO, 2009). Secara umum, semua jenis influenza dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar pada pasien dengan gagal jantung atau penyakit kardiovaskular lainnya. Seperti flu musiman, flu babi menyebabkan perburukan penyakit dasar kronis (Centers for Disease Control and Prevention, 2009). Wabah flu babi cukup menjadi ancaman bagi penderita kanker. Hal ini disebabkan pengobatan kanker tertentu, seperti kemoterapi, dapat melemahkan sistem imun dan mempersulit tubuh dalam melawan infeksi (American Cancer Society Inc., 2009). Pasien HIV, terutama dengan CD4 rendah atau AIDS, dapat mengalami komplikasi flu musiman yang lebih parah. Terdapat kemungkinan orang tersebut juga memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap komplikasi flu babi (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Walaupun sebagian besar kasus flu babi tidak lebih buruk dari flu musiman, angka kematian flu babi sedikit lebih tinggi daripada flu musiman. Di samping itu, tidak seperti flu biasa yang banyak menyerang anak-anak dan lansia, flu babi terutama menyerang anak-anak, remaja, dan dewasa muda, dengan angka rawat inap lebih banyak pada usia yang lebih muda (Centers for Disease Control and Prevention, 2009g). Penyebab kasus yang lebih parah terjadi pada usia muda masih belum jelas. Diduga hal ini disebabkan kelompok usia muda lebih mudah terkena penyakit, sedangkan pada kelompok usia yang lebih tua sudah memiliki imunitas alami (Centers for Disease Control and Prevention, 2009n).
Hasil penelitian pada orang dewasa menyatakan bahwa terdapat pre-existing immunity terhadap strain flu babi, terutama pada usia di atas 60 tahun. Hal ini diperkirakan karena orang dewasa sudah pernah terinfeksi atau mendapatkan vaksin terhadap strain yang mirip dengan flu babi. Fenomena ini cukup ganjil karena analisis genetik menunjukkan bahwa virus flu babi sangat berbeda dengan virus H1N1 lainnya. Peneliti memperkirakan adanya aspek virus flu yang dikenali oleh respon imun manusia yang tidak terdapat di dalam gen. Namun, sebuah penelitian menyatakan bahwa uji yang dilakukan tidak dapat menunjukkan apakah imunitas yang terdapat dalam sampel darah cukup untuk memberikan proteksi terhadap infeksi oleh strain baru (Fox, 2009).
Diagnosis flu babi tidak mudah dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mengkonfirmasi kasus tersebut benar-benar disebabkan oleh virus flu babi. Walaupun diagnosis flu musiman relatif mudah, menggunakan teknik yang sama untuk H1N1 jauh lebih sulit (Kahn, 2009c).
Salah satu cara mengkonfirmasi flu babi adalah membiakkan virus di laboratorium dan kemudian membuat sequencing materi genetiknya. Selain itu, dapat digunakan teknik PCR untuk mengamplifikasi gen sehingga dapat dibandingkan sampel yang diperoleh dari pasien dengan materi genetik virus flu babi (Kahn, 2009c).
Masalah yang timbul adalah tenggang waktu antara pengambilan sampel oleh tenaga kesehatan di rumah sakit dan pengiriman sampel ke laboratorium yang sering memakan waktu cukup lama. Kemudian peneliti perlu memurnikan sampel untuk menghilangkan senyawa alami yang dapat mempengaruhi pembacaan hasil. Hal ini juga memrlukan waktu cukup lama. Alat PCR sendiri hanya memerlukan waktu beberapa jam untuk membandingkan susunan genetik sampel dengan virus flu babi (Kahn, 2009c).
Tantangan bagi peneliti adalah mendesain uji yang dapat digunakan di lapangan sehingga dapat digunakan untuk screening. Hal ini masih belum bisa dilakukan akibat keterbatasan teknologi (Kahn, 2009c).
Penggunaan obat antivirus seperti Tamiflu dan Relenza dapat meperpendek durasi sakit. Namun, luasnya wabah memberikan resiko tidak cukupnya persediaan antivirus. Dalam hal ini, golongan yang memiliki resiko tertinggi harus diprioritaskan. Jadi, antivirus tidak digunakan untuk pasien yang penyakitnya ringan atau sedang, tetapi pada kasus yang mengancam nyawa (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
Strain H3N2 mengalami resistansi terhadap Tamiflu sebesar 0.4% pada dewasa dan 5.5% pada anak-anak. Strain yang resistan umumnya lebih sulit ditransmisikan. Pada virus flu babi belum dapat diperkirakan level resistansi yang mungkin terjadi (WHO, 2009).
Produk-produk yang dijual ke publik untuk diagnosa, pencegahan, dan pengobatan flu babi tidak terbukti aman dan efektif. Sebagian besar produk ini dijual melalui situs gelap di internet. Operator situs ini mencari keuntungan dari kepedulian masyarakat tentang flu babi dan kesehatan diri dan keluarganya. Produk-produk ini dapat berupa suplemen makanan, obat-obatan, peralatan, dan vaksin. Produk-produk ini tidak dapat mencegah transmisi atau mengobati flu babi (Kelly, 2009).
Sementara itu, biaya produksi vaksin besar-besaran juga menjadi masalah karena efektivitasnya masih dipertanyakan (WHO, 2009). Virus H1N1 telah lama bersirkulasi antara manusia dan babi serta mengalami berbagai mutasi dan shift. Karena itu, vaksin flu musiman perlu direformulasi setiap tahun (Fox, 2009). Hasil penelitian menunjukkan Vaksin flu yang sudah ada tidak dapat menghentikan penyebaran virus, namun orang yang sudah mendapat vaksinasi hanya mengalami gejala yang ringan. Virus flu babi hanya sebagian berhubungan dengan strain manusia sehingga vaksin yang sudah ada tidak efektif dalam menghasilkan antibodi untuk proteksi. Namun demikian, interaksi vaksin dengan leukosit mampu mengurangi durasi infeksi dan keparahan gejala (Kahn, 2009a).
Selain itu, vaksin flu memerlukan waktu berbulan-bulan untuk persiapan penggunaannya oleh masyarakat (Centers for Disease Control and Prevention, 2009). Sebelum vaksin diberikan, masih diperlukan rangkaian penelitian untuk mengetahui berapa banyak antigen yang diperlukan untuk membuat vaksin yang mampu menstimulasi proteksi. Dosis vaksin yang diperlukan kelompok usia satu dan lainnya juga berbeda (Centers for Disease Control and Prevention, 2009n).
Masalah lainnya adalah sebagian besar orang tidak mendaparkan vaksin flu karena mereka tinggal di negara miskin atau tidak menganggap vaksin sebagai prioritas. Departemen Kesehatan AS merekomendasikan seharusnya vaksinasi meliputi 85% populasi, namun penelitian RAND Corp. menunjukkan hanya sekitar 1/3 populasi yang mendapat vaksin (Kahn, 2009a).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran dan keparahan penyakit flu babi adalah:
a. Flu babi merupakan virus baru sehingga sebagian besar masyarakat belum memiliki imunitas terhadapnya.
b. Kasus yang parah banyak terjadi pada anak-anak dengan sistem imun yang belum sempurna.
c. Mutasi menyebabkan vaksin influenza yang sudah ada tidak mampu memberikan proteksi.
d. Virus flu babi sangat infeksius dan mudah menyebar.
e. Gejala flu babi pada manusia mirip dengan gejala flu biasa sehingga kurang diwaspadai.
5.2 Saran
Informasi mengenai flu babi masih sangat terbatas dikarenakan penyakit ini masih relatif baru. Oleh karena itu, masih diperlukan banyak penelitian untuk mengatasi penyebaran flu babi dan mengembangkan pengetahuan yang sudah ada.
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society Inc. 2009. Swine Flu: What Cancer Patients Need to Know. (Online) (http://www.cancer.org/docroot/SPC/content/SPC_1_Swine_Flu.asp?), diakses 27 Mei 2009.
Anonymous. 2009. "Swine flu: The predictable pandemic?". (Online) (http://www.newscientist.com/article/mg20227063.800-swine-flu-the-predictable-pandemic.html?full=true/), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009a. "CDC - Influenza (Flu) | Swine Influenza (Flu) Investigation". (Online) (http://cdc.gov/swineflu/investigation.htm), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009b. First Swine Flu Death Reported in U.S. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_84607.html), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009c. H1N1 Flu (Swine Flu). (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_83889.html), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009d. Key Facts About Swine Influenza. (Online) (http://www.cdc.gov/h1n1flu/key_facts.htm), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009e. Novel H1N1 Flu and Severe Cases of Respiratory Illness in Mexico Travelers' Health. (Online) (http://wwwn.cdc.gov/travel/content/travel-health-precaution/novel-h1n1-flu-mexico.aspx), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009f. Swine Flu: A Primer. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_83622.html), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009g. Swine Flu Fatality Rate a 'Little Bit' Higher Than That of Seasonal Flu. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_83691.html), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009h. Swine Flu update for people with heart disease. (Online) (http://americanheart.mediaroom.com/index.php?s=43&item=729), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009i. Swine Flu Vaccine Still Months Away. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_83691.html), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009j. "Q & A: Key facts about swine influenza (swine flu) – Diagnosis". (Online) (http://www.cdc.gov/swineflu/key_facts.htm), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009k. "Q & A: Key facts about swine influenza (swine flu) – Spread of Swine Flu". (Online) (http://www.cdc.gov/swineflu/key_facts.htm), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009l. "Q & A: Key facts about swine influenza (swine flu) – Virus Strains". (Online) (http://www.cdc.gov/swineflu/key_facts.htm), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009m. What Adults with HIV Infection Should Know About the Novel H1N1 Flu (formerly called swine flu). (Online) (http://www.cdc.gov/h1n1flu/hiv_flu.htm), diakses 27 Mei 2009.
Centers for Disease Control and Prevention. 2009n. Younger Age of More Severe Swine Flu Cases Worries Experts. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_83464.html), diakses 27 Mei 2009.
Dumyati, G., Dickinson, G., Perrotta, D.M. 2009. Study Supports Swine Flu's Pandemic Potential. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_83573.html), diakses 27 Mei 2009.
Fauci, A.S., Kasper, D.L., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J.L., Loscalzo, J. 2008. Harrison's Principles Of Internal Medicine. Seventeenth Edition. USA: Mc Graw-Hill Companies Inc.
Fox, M.2009. Regular flu vaccine little help against new strain. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_84108.html), diakses 27 Mei 2009.
Kahn, M. 2009a. Current vaccines will not stop swine flu: experts. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_84707.html), diakses 27 Mei 2009.
Kahn, M. 2009b. Focus on children best way to stop flu bugs: study. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_84394.html), diakses 27 Mei 2009.
Kahn, M. 2009c. Testing for swine flu no easy feat, expert says. (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_83530.html), diakses 27 Mei 2009.
Kelly, C. 2009. FDA, FTC Warn Public of Fraudulent 2009 H1N1 Influenza Products. (Online) (http://www.fda.gov/bbs/topics/NEWS/2009/NEW02008.html), diakses 27 Mei 2009.
Kothalawala, H., Toussaint, M.J., Gruys, E. 2006. "An overview of swine influenza". Vet Q 28 (2): 46–53. (Online) (http://en.wikipedia.org/wiki/Swine_influenza), diakses 27 Mei 2009.
Landau, E. 2009. CDC: Swine flu viruses in U.S. and Mexico match. (Online) (http://www.cnn.com/2009/HEALTH/04/24/swine.flu/), diakses 27 Mei 2009.
MedicineNet, Inc. 2009. Swine Flu. (Online) (http://www.medicinenet.com/swine_flu/article.htm), diakses 27 Mei 2009.
National Hog Farmer. 2007. "Swine flu virus turns endemic". (Online) (http://nationalhogfarmer.com/mag/swine_flu_virus_endemic/), diakses 27 Mei 2009.
Petty, L. 2009."Swine Flu Vaccine Could Be Ready in 6 Weeks". NBC Connecticut. (Online) (http://www.nbcconnecticut.com/news/local/CT-Company-Making-Swine-Flu-Vaccine.html), diakses 27 Mei 2009.
Ramirez, A., Capuano, A.W., Wellman, D.A., Lesher, K.A., Setterquist, S.F., Gray, G.C. 2006. "Preventing zoonotic influenza virus infection". Emerging Infect. Dis. 12 (6): 996–1000. PMID 16707061. PMC: 1673213. (Online) (http://www.cdc.gov/ncidod/eid/vol12no06/05-1576.htm), diakses 27 Mei 2009.
The Merck Veterinary Manual. 2008. Swine influenza. (Online) (http://www.merckvetmanual.com/mvm/index.jsp?cfile=htm/bc/121407.htm), diakses 27 Mei 2009.
The Patient Education Institute Inc. 2009. H1N1 Flu (Swine Flu). (Online) (http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/tutorials/h1n1flu/id589101.pdf), diakses 27 Mei 2009.
Water Quality and Health Council. 2009."Chlorine Bleach: Helping to Manage the Flu Risk". (Online) (http://www.waterandhealth.org/newsletter/new/winter_2005/chlorine_bleach.html), diakses 27 Mei 2009.
WHO. 2009. 2009 Swine Flu Outbreak. (Online) (http://en.wikipedia.org/wiki/2009_swine_flu_outbreak), diakses 27 Mei 2009.
Comments
Post a Comment